Namun, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Iradat mengingatkan memaksakan memberi beban pada anak hanya untuk ambisi pemerintah menciptakan talenta digital tidak tepat.
“Materi ajar harus sesuai dengan kapasitas anak,” kata Iradat dikutip dari laman ugm.ac.id, Rabu, 20 November 2024.
Menurutnya, bekal yang pertama kali harus diberikan pada siswa adalah logika berpikir agar tercipta pemecahan masalah yang baik. Ia menjelaskan programmer atau coder harus dapat menyelesaikan masalah secara berurutan dalam sistem coding.
Oleh sebab itu, diperlukan juga pengajaran moral mengenai kesabaran dan ketelitian tinggi. Sehingga, tidak perlu mengulang pekerjaan dari awal.
“Siswa harus diberi pemahaman hakikat dari proses agar tidak terjebak dengan keinstanan AI,” kata dia.
Iradat menekankan penanaman nilai moral dan etika juga perlu didahulukan. Hal ini bertujuan agar anak dapat bijak menggunakan AI dan menghargai orang lain dalam ranah hak dan privasi.
Literasi digital juga perlu dibekalkan agar anak memiliki kemampuan memahami isu sebagai bagian dari pemahaman coding dan AI. Iradat mengusulkan pembelajaran coding secara teknis dapat dikemas dengan konsep belajar sambil bermain.
Baca juga: Tak Cuma Jadi Programmer, Ini Manfaat Belajar Coding Buat Siswa SD dan SMP |
Apabila kapasitas anak tergolong mampu, dapat dilakukan praktik pembuatan game sederhana untuk jenjang SMP atau SMA. “Diajarkan saja dengan metode-metode yang menyenangkan, sesuai dengan kapasitas usianya. Jangan membebani dengan tuntutan harus jadi coder di usia segitu,” tegas dia.
Iradat juga menilai mata pelajaran AI dan coding diperuntukan di sejumlah sekolah terpilih saja tidak tepat. Sebab, dari segi tenaga pengajar, guru-guru muda diharuskan mengajarkan logika matematika dan logika komputasi rasional dan kembali pada konsep dasar.
Guru-guru dinilai perlu melakukan peningkatan pengetahuan mengenai tools pembuatan coding. Iradat juga mempertanyakan kesiapan pemerintah perihal sarana-prasarana yang digunakan guru dan murid, seperti kesediaan laptop atau komputer.
“Eksklusivitas pembelajaran itu tidak pernah bagus. Tidak perlu ambisius dan buru-buru karena ini semua harus disiapkan secara totalitas,” ujar dia.
Iradat mengusulkan pemerintah menciptakan program yang lebih inklusif dan merata. Apabila program ini hanyalah pilot project, ia menilai sampel percobaannya tidak hanya membidik pada sekolah di kota-kota besar dan sekolah yang sudah maju saja.
Dia menekankan hal utama adalah prinsip pemerataan dan keadilan. “Kalau nanti hanya memilih di sekolah yang bagus, itu berarti cherry picking (pembenaran sepihak),” ujar dia.
Iradat mengakui kemajuan Sains, Technology, Engineering, and Mathematic (STEM) memang perlu digalakkan. Namun, harus diimbangi dengan ilmu-ilmu sosial agar tercipta kolaborasi antardisiplin ilmu sehingga dapat menghasilkan generasi muda melek isu sosial.
Ia percaya individu yang memiliki kemampuan STEM dan bisa tumbuh dengan kultur social science yang baik akan generasi emas bermartabat sebagai pendorong kemajuan bangsa. “Pemahaman social science-nya tetap harus diperkuat di dalam level yang sama supaya tidak kehilangan arah dan tidak apatis,” tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News