Ilustrasi: Medcom
Ilustrasi: Medcom

Hari Buruh Internasional, Dosen Unesa Soroti Upah Minim hingga Marak PHK

Citra Larasati • 01 Mei 2025 15:57
Jakarta:  Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day yang jatuh setiap tanggal 1 Mei menjadi momen penting untuk memperkuat perjuangan para pekerja dalam meraih hak dan keadilan di dunia kerja.
 
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Agus Machfud Fauzi menyatakan, Hari Buruh merupakan wujud perjuangan demi kesejahteraan para pekerja, bukan sekadar aksi perlawanan.
 
Menurutnya, Hari Buruh lahir dari proses panjang yang bukan hanya bersifat simbolis, melainkan juga menggambarkan kondisi nyata yang dialami para buruh. Inti dari peringatan ini adalah dorongan agar hak-hak buruh yang selama ini belum sepenuhnya terpenuhi dapat dipenuhi. Ia menegaskan bahwa demonstrasi yang dilakukan oleh buruh seharusnya tidak dipandang negatif.

Demonstrasi merupakan cara yang sah untuk menyampaikan aspirasi ketika jalur negosiasi atau mediasi tidak berhasil, sebagaimana yang biasa dilakukan kelompok lain. Lebih jauh, Agus juga menyoroti berbagai masalah yang masih dihadapi buruh, seperti penerapan upah minimum kota (UMK) atau upah minimum provinsi (UMP) yang belum optimal, serta ketidakseimbangan kepentingan antara buruh dan pengusaha.
 
Menurutnya, ketimpangan ini menimbulkan pandangan bahwa buruh hanya dianggap sebagai tenaga kerja tanpa posisi yang lebih manusiawi dalam sistem ekonomi. “Buruh harus diperlakukan secara manusiawi. Mereka bukan hanya pekerja, melainkan bagian penting dari sistem kehidupan secara keseluruhan,” tegasnya dikutip dari laman Unesa, Kamis, 1 Mei 2025.
 
Baca juga:  Hari Buruh, Ini Negara Paling Royal Kasih Cuti

Marak PHK

Ia juga mengkritik maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal yang dianggapnya dilakukan secara terburu-buru dan bertentangan dengan prinsip demokrasi yang bertanggung jawab. Menurutnya, gelombang PHK ini justru memperburuk kondisi buruh dan meningkatkan angka pengangguran, yang akhirnya menjadi beban bagi negara.
 
Sebagai seorang akademisi, Agus mengajak institusi pendidikan untuk ikut mendampingi buruh sebagai mitra dalam gerakan sosial. Ia menilai peran intelektual penting dalam memberikan pendampingan agar perjuangan buruh tidak hanya mengandalkan tenaga dan aksi fisik, tetapi juga didukung oleh argumentasi yang kuat dan terarah.
 
Terakhir, ia mendorong perlunya revisi undang-undang ketenagakerjaan serta penyusunan kebijakan mitigasi yang dapat mencegah PHK secara sewenang-wenang. Hal ini penting agar hak dan masa depan buruh tetap terlindungi dalam pembangunan yang inklusif dan adil.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan