Ilustrasi nyamuk malaria. DOK AFP
Ilustrasi nyamuk malaria. DOK AFP

PKT UGM Desak Kemenkes Prioritaskan Penanganan Malaria di Papua

Renatha Swasty • 01 Mei 2025 15:04
Jakarta: Dunia memperingati Hari Malaria Sedunia setiap tanggal 25 April. Ini menjadi pengingat Malaria masih menjadi ancaman nyata.
 
Guru Besar Bidang Parasitologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Elsa Herdiana Murhandarwati, menjelaskan Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium, yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. betina.
 
Parasit ini masuk ke aliran darah dan menyerang sel darah merah, menyebabkan gejala seperti demam periodik, menggigil, nyeri kepala, dan kelelahan. “Berbeda dengan nyamuk Aedes yang menularkan demam berdarah dan aktif di pagi hingga sore hari, nyamuk Anopheles sp. umumnya menggigit pada malam hingga dini hari,” kata Elsa dikutip dari laman ugm.ac.id, Kamis, 1 Mei 2025.

Angka kasus di berbagai wilayah di Indonesia telah menurun. Namun, dalam dua tahun terakhir menunjukkan peningkatan mengkhawatirkan. Data menunjukkan pada tahun 2024, estimasi kasus Malaria nasional mencapai hampir satu juta kasus yang menandakan eliminasi Malaria belum tercapai sepenuhnya.
 
Peneliti Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM itu menyebut di wilayah Indonesia bagian Timur, terutama Papua, masih menjadi episentrum penularan Malaria di Indonesia dengan kontribusi sekitar 91 persen dari total kasus nasional. Ia menyebut kasus Malaria di Papua perlu prioritas penanganan dari Kementerian Kesehatan.
 
Apalagi, kondisi geografis yang mendukung perkembangbiakan nyamuk Anopheles sp. seperti hutan lebat, rawa, dan genangan air alami serta terbatasnya akses layanan kesehatan di daerah pedalaman. Selain itu, distribusi tenaga medis yang belum merata, tantangan logistik serta tingginya aktivitas masyarakat di area terbuka tanpa perlindungan memperbesar risiko penularan.
 
Dia menuturkan secara umum, wilayah perbatasan negara menjadi salah satu titik rawan penyebaran Malaria. PKT UGM bersama Asia Pacific Leaders Malaria Alliance (APLMA) melaksanakan riset operasional di wilayah perbatasan Indonesia-Timor Leste.
 

Riset ini bertujuan mengidentifikasi hambatan-hambatan utama dan merumuskan solusi praktis berbasis bukti yang bisa diterapkan oleh kedua negara. Riset ini krusial sebab vitalnya lintas batas negara dalam upaya eliminasi Malaria.
 
“Bayangkan jika satu negara sudah hampir eliminasi Malaria, tapi negara tetangganya masih tinggi kasusnya,” ujar Elsa.
 
Dia mengatakan kondisi tersebut bisa menyebabkan 'kasus impor' sehingga kerja sama lintas batas membuka peluang besar untuk berbagi informasi dan sumber daya. Misalnya, negara-negara bisa saling berbagi data kasus, mendirikan pos kesehatan bersama di perbatasan dan melakukan deteksi dini agar penularan bisa dicegah lebih cepat.
 
Hasil riset kemudian ditindaklanjuti dalam kegiatan diseminasi dan pertemuan satuan tugas bersama lintas negara. Tiga intervensi utama yang dihasilkan antara lain pembangunan dashboard data lintas batas, penguatan surveilans migrasi, dan pembentukan gugus tugas bersama untuk Malaria.
 
“Pendekatan ini menjadi strategi penting untuk memperkuat koordinasi dan komunikasi antarnegara serta menjaga keberlanjutan upaya eliminasi,” kata dia.
 
Elsa mengatakan Hari Malaria Sedunia 2025 merupakan momen penting memperkuat kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, peneliti, dan masyarakat dalam mengejar target Indonesia bebas Malaria tahun 2030.
 
“Pencegahan, deteksi dini, dan kerja sama lintas batas merupakan kunci untuk mengakhiri Malaria, tidak hanya mengancam kesehatan, tapi juga menghambat pembangunan sosial dan ekonomi,” tegas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan