Menjalani masa kecil tanpa ayah tentu tidak mudah. Namun, semangatnya menjadi bukti keberhasilannya saat ini.
Melansir unggahan Instagram @ieltspresso, Damar telah hidup di lingkungan akademis sejak kecil. Meski dikenal sebagai pelawak, Dono memiliki rekam jejak akademis yang baik. Dia berkuliah di Fisip Universitas Indonesia (UI).
Dono meninggal karena kanker paru-paru. Damar dengan dua saudaranya yang lain dirawat oleh nenek, paman, dan bibinya.
Damar dibesarkan hingga kuliah dan lulus S1 Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada (UGM). Selanjutnya, Damar terus mengejar cita-citanya untuk lanjut studi.
Dia melanjutkan kuliah S2 dan S3 pada bidang Teknik Nuklir di Swiss. Bahkan, Ia kuliah dengan beasiswa pemerintah, yaitu Swiss Government Excellence Sholarship.
Damar lulus S2 dari ETH Zurich dengan predikat Summa Cum Laude dan IPK-nya nyaris sempurna yaitu 5,52 dari 6,00 dan lulus S3 dari Ecole Polytechnique Federale de Lausanne (EPFL).
Pemilihan Swiss untuk belajar Teknik Nuklir bukan tanpa alasan. Swiss merupakan salah satu negara yang tidak menggunakan nuklir sebagai senjata.
Ia juga menorehkan sejumlah prestasi saat kuliah. Antara lain Best Student Paper Award dan Nureth-16 International Conference, Chicago, USA (2015) yang diberikan oleh American Nuclear Society.
Kini, Damar bekerja di Jerman sebagai periset di Helmholtz-Zentrum Dresden-Rossendorf (HZDR). Perusahaan itu dikenal dengan riset unggulannya terkait pengembangan teknologi pendinginan pasif untuk rektor nuklir modern.
Teknologi tersebut dipercaya mengurangi risiko kecelakaan nuklir seperti yang pernah terjadi di Chernobyl dan Fukushima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id