Kepala Pusat Riset Telematika dari Universitas Syiah Kuala, Kahlil Muchtar menyampaikan optimismenya terhadap penerapan pembelajaran adaptif di sistem pendidikan masa depan Indonesia. Pembelajaran adaptif menjadi metode yang sangat direkomendasikan untuk kegiatan belajar, terutama di masa pandemi.
Dengan sistem ini, anak dapat belajar sesuai dengan tingkatan pemahaman dan pengetahuan mereka masing-masing. Metode ini dirancang khusus untuk memberikan pengalaman belajar yang personal, sehingga setiap siswa berkesempatan mengejar ketertinggalan ataupun mengulang pelajaran agar mampu menguasai materi secara utuh, sebelum melanjutkan ke level yang lebih sulit.
"Tidak hanya di sekolah dan lembaga pendidikan, pendekatan pembelajaran adaptif cocok bagi siapapun, terlepas dari latar belakang, profesi, umur, dan perbedaan level pengetahuan,” ungkap Kahlil dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 4 Agustus 2021.
Tidak dapat dimungkiri bahwa pandemi covid-19 dan pemberlakuan pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang sudah berlangsung lebih dari setahun terakhir mengakibatkan kesenjangan pendidikan (learning gap) di Indonesia semakin tinggi.
Baca juga: Pendaftaran Akademi Madrasah Digital 2021 Dibuka, Siapkan Hasil Karyamu
Berdasarkan prediksi World Bank pada Agustus 2020, sebanyak 91.000 siswa di Indonesia memiliki kemungkinan untuk putus sekolah akibat tantangan ekonomi selama pandemi. World Bank juga memprediksi bahwa skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia akan semakin memburuk.
Padahal di tahun 2018, Indonesia sudah berada di peringkat ke-72 dari 78 negara untuk bidang matematika. Tantangan utama yang terjadi selama PJJ adalah guru dan staf pengajar yang kesulitan memantau performa murid satu per satu secara mendalam.
Tidak seperti di ruang kelas, komunikasi yang terjadi di platform virtual sangat terbatas dan mayoritas berjalan satu arah. Sehingga guru memiliki keterbatasan untuk memberikan materi pelajaran yang berbeda-beda sesuai kemampuan para siswa.
Sebagai contoh di Indonesia, penerapan pembelajaran adaptif digarap secara serius oleh Zenius. Zenius menjadi edtech pertama di sektor K12 yang mengadopsi metode pembelajaran adaptif sejak awal Juli lalu melalui fitur terbarunya, ZenCore.
ZenCore menyediakan materi dan pelatihan adaptif untuk mengembangkan keterampilan fundamental pengguna. Di dalamnya terdapat dua fitur utama, yakni CorePractice, tempat latihan dengan ratusan ribu pertanyaan latihan dari tiga cabang konsentrasi utama, yaitu logika verbal, matematika, dan Bahasa Inggris.
Sementara CoreInsight menyediakan berbagai pengetahuan yang insightful seperti filsafat, sains, dan big history, yang dapat digunakan untuk mendukung dan memperluas wawasan dan sudut pandang pengguna.
Founder dan Chief Education Officer Zenius, ?Sabda PS mengatakan, hal ini sejalan dengan misi utama Zenius, yakni menumbuhkan kecintaan masyarakat terhadap kegiatan belajar. Kehadiran fitur ZenCore diharapkan dapat membuat proses belajar menjadi lebih mudah dan menyenangkan.
"Kami optimis bahwa penggunaan teknik baru ini dapat semakin memajukan sistem pendidikan Indonesia dan menjadi solusi untuk mengatasi learning gap yang semakin terasa di tengah pandemi. Dengan fitur ini, semua orang bisa belajar dengan kecepatannya sendiri-sendiri, tanpa takut tertinggal dengan orang lain,” ungkap Sabda.
Potensi penerapan sistem pembelajaran adaptif di Indonesia masih terbuka luas, karena masih banyak cabang-cabang ilmu turunan dalam kecerdasan buatan (AI) yang dapat dieksplorasi lebih jauh.
Saat ini, Zenius sudah menerapkan beberapa cabang ilmu AI ke dalam platform mereka, salah satunya adalah teknologi computer vision melalui ZenBot. ZenBot memungkinkan pengguna untuk mengunggah foto soal, lalu sistem akan memberikan jawaban dan penjelasan dari soal tersebut secara otomatis.
"Selain itu, ke depannya, tidak tertutup kemungkinan Zenius bisa menerapkan teknologi Natural Language Processing (NLP), yang memungkinkan teknologi AI memanfaatkan data berupa tulisan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News