Monumen Pancasila Sakti. Foto: Medcom.id/Faisal Abdalla
Monumen Pancasila Sakti. Foto: Medcom.id/Faisal Abdalla

Mengenal 7 Tokoh Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S

Fatha Annisa • 30 September 2024 11:55
Jakarta: Peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S menjadi titik hitam dalam sejarah Indonesia. Pemberontakan yang digerakkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) ini menewaskan tujuh perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD).
 
Gerakan G30S atau G30S-PKI dimulai pada pergantian waktu 30 September malam hari hingga 1 Oktober dini hari. Letkol Untung yang merupakan anggota Cakrabirawa (pasukan pengawal Istana) mengirim pasukan untuk menculik dan membunuh sejumlah perwira tinggi TNI AD Indonesia.
 
Tiga jenderal yang menjadi korban dalam peristiwa ini yaitu Letnan Jenderal Ahmad Yani, Brigadir Jenderal Donald Izacus Pandjaitan (D.I Pandjaitan), dan Mayor Jenderal Harjono Mas Tirtodarmo (M.T Haryono) dibunuh di kediamannya.
 
Jenderal lainnya yaitu Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal Siswondo Parman (S. Parman), dan Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo, diculik dan disiksa di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur. Sedangkan Letnan Satu Pierre Andreas Tendean juga dibunuh dalam peristiwa ini.
 
Para perwira tinggi TNI-AD yang gugur dalam peristiwa G30S-PKI ini diberikan gelar kehormatan sebagai Pahlawan Revolusi oleh Presiden Soekarno atas aksi heroiknya dalam mempertahankan Indonesia dari ancaman komunisme.
 
Baca juga: Makna dan Aturan Pengibaran Bendera Setengah Tiang 30 September
 

Mengenal 7 Pahlawan Revolusi yang gugur dalam peristiwa G30S-PKI

1. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani

Salah satu tokoh militer paling berpengaruh di Indonesia pada masanya, Ahmad Yani lahir pada 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah. Beliau dikenal dengan kemampuan militernya yang luar biasa.
 
Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani juga terlibat dalam beberapa pertempuran, seperti Pertempuran Ambarawa melawan pasukan Inggris, Agresi Militer Pertama Belanda, Pemberantasan Pemberontakan AUI dan DI/TII di Jawa Tengah pada tahun 1950-1951, serta Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada 1958.
 

2. Letnan Jenderal (Anumerta) Suprapto

Letnan Jenderal Suprapto lahir pada 20 Juni 1920 di Purwokerto, Jawa Tengah. Beliau menjabat sebagai Wakil Kepala Staf TNI-AD pada saat peristiwa G30S/PKI. Suprapto dikenal sebagai sosok yang berdedikasi dan memiliki integritas yang tinggi.
 
Ia terlibat dalam Pertempuran Ambarawa melawan Inggris saat menjadi anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Dalam pertempuran ini, Suprapto mendampingi Panglima Besar Sudirman yang saat itu memimpin jalannya perlawanan bangsa sebagai ajudannya.
 
 
Baca juga: Prasasti Kedung Kopi, Saksi Peristiwa G30S/PKI di Surakarta
 

3. Letnan Jenderal (Anumerta) Siswondo Parman

Mayor Jenderal Siswondo Parman atau S. Parman lahir pada 14 Agustus 1914 di Wonosobo, Jawa Tengah. S. Parman sempat bekerja pada polisi militer Jepang bernama Kempetai, pada masa pendudukan Jepang.
 
S. Parman juga pernah bergabung bersama TKR. Pada tahun 1945, ia menjadi Kepala Staf Markas Besar Polisi Tentara (MBPT) di Yogyakarta serta dipercaya menjadi Asisten-1/ Intelijen oleh Men/Pangad, Letnan Jenderal Ahmad Yani.
 

4. Letnan Jenderal (Anumerta) M.T. Haryono

Letnan Jenderal M.T. Haryono lahir pada 20 Januari 1924 di Surabaya, Jawa Timur. Beliau menjabat sebagai Panglima Kodam V/Jaya pada saat peristiwa G30S/PKI. Sementara itu, M.T Haryono bergabung dengan TKR saat kemerdekaan RI.
 
M.T Haryono kerap berpindah tugas selama perang kemerdekaan, seperti menjadi Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan Belanda, Sekretaris Dewan Pertahanan Negara, hingga menjadi Sekretaris Delegasi Militer Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar.
 

5. Mayor Jenderal (Anumerta) D.I. Pandjaitan

Lahir pada 9 Juni 1925 di Balige, Sumatera Utara, D.I Pandjaitan dikenal sebagai sosok yang cerdas dan memiliki wawasan luas. Pada masa penjajahan Jepang, ia pernah mengikuti pendidikan militer Gyugun.
 
Usai Indonesia berhasil meraih kemerdekaannya, D.I. Panjaitan terlibat dalam pembentukan TKR dan menjadi Komandan Batalyon. Ia juga sempat diangkat menjadi Pimpinan Perbekalan Perjuangan Pemerintah Darurat Republik Indonesia saat Agresi Militer Belanda II, serta bertugas belajar ke AS dan menjadi Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat.
 
 
Baca juga: Sejarah dan Makna Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober yang Berkaitan Erat dengan Peristiwa G30S PKI
 

6. Mayor Jenderal (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo

Mayjen Sutoyo Siswomiharjo lahir pada 28 Agustus 1922 di Kebumen, Jawa Tengah. Pada 1946, ia diangkat menjadi ajudan Kolonel Gatot Soebroto. Kiprahnya dalam militer cukup cemerlang, terbukti dirinya terus mendapatkan kenaikan pangkat hingga pada tahun 1954, Sutoyo menjadi Kepala Staf di Markas Besar Polisi Militer.
 
Sutoyo kemudian diangkat menjadi Inspektur Kehakiman Angkatan Darat, lalu Inspektur Kehakiman/Jaksa Militer Utama pada tahun 1961, setelah ia mengikuti pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat.
 

7. Kapten (Anumerta) Pierre Tendean

Lahir pada 21 Februari 1939, Kapten Pierre Tendean merupakan ajudan Jenderal Abdul Haris Nasution yang tak lain adalah Menteri Koordinator Pertahanan dan Keamanan sekaligus Kepala Staf Angkatan Bersenjata saat peristiwa G30S-PKI berlangsung.
 
Pierre sebenarnya tidak masuk daftar target penculikan dan pembunuhan saat peristiwa G30S-PKI. Pasukan pemberontak ketika itu justru ditugaskan untuk menculik Jenderal AH Nasution.
 
Namun Pierre melindungi Jenderal AH Nasution dan mengaku bahwa dialah sang jenderal. Perwira TNI berdarah Prancis-Minahasa itu kemudian dibawa dan disekap di Lubang Buaya.

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(SUR)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan