Namun, pada saat bersamaan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia masih rendah. Hal itu dinilai akan menjadi tantangan menghadirkan SDM berkualitas.
Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria menganalisis permasalahan peningkatan APK. Ia melihat ada empat kuadran kelompok masyarakat dalam permasalahan tersebut.
Ia mengklasifikasi masyarkat dari segi kemampuan ekonomi serta kemampuan akademis. Kuadran empat adalah anak yang memiliki ekonomi tinggi, dan kemampuan akademis yang juga tinggi.
"Kalau kuadran empat ini lulusan SMA pintar, kaya itu tidak akan ada masalah, itu aman dia akan mudah ke perguruan tinggi," papar Arif dalam acara OSC Awards & Indonesia Rector Forum 2024 di Grand Studio Metro TV, Kamis, 19 Desember 2024.
Baca juga: Lewat Beasiswa, APK Pendidikan Tinggi Diharapkan Menyentuh 60% di 2045 |
Selanjutnya, anak dalam kuadran satu. Anak kuadran satu adalah anak yang secara akademik pintar, tapi ekonominya kurang.
"Kuadran satu ini solusinya sudah banyak, banyak sekali beasiswa," jelas dia.
Pada kuadran dua, anak memiliki ekonomi yang baik namun secara akademik tidak terlalu menonjol. Bagi Arif, pada kuadran tersebut, anak bisa langsung membayar kuliahnya.
"Yang masalah adalah kuadran tiga. Sudah kurang pintar, kurang mampu lagi. Ini solusi yang harus kita lakukan dalam menyelesaikan masalah bonus demografi adalah menyelesaikan kuadran 3 ini," papar Arif.
Dia menuturkan jumlah anak yang berada di kuadran 3 di Indonesia sebanyak 68 persen. Jumlah besar itu yang menjadi tantangan APK.
"Saya menduga 68 persen orang yang tidak mengenyam pendidikan tinggi di Indonesia ini adalah tergolong pada kuadran 3 ini. Enggak mampu secara akademis, enggak mampu secara ekonomi. Memberi solusi pada kuadran 3 ini yang kita tunggu-tunggu," ujar dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News