Amich menuturkan saat ini tingkat partisipasi anak-anak usia sekolah menengah dari umur 16-18 tahun sudah mencapai 86,8 persen. Angka ini naik dari 10-15 tahun lalu yang hanya 66 persen saja.
"Tapi isunya tentang kemampuan menyelesaikan menamatkan pendidikan di jenjang menengah. Kalau ada 100 anak umur 16-18 tahun masuk kelas 1 SMA atau Madrasah Aliyah atau SMK yang tamat hanya 65 atau 66 anak saja tidak 100," beber dia dalam Simposium Peta Jalan Pendidikan 2024-2034 dalam Rangka Pra Kongres Pendidikan Partai NasDem di Kampus Akademi Bela Negara, Kamis, 8 Agustus 2024.
Kemampuan menyelesaikan pendidikan itu disebut juga dengan completion rate. Amich mengatakan hal ini lah yang menjadi masalah sebab, capaian partisipasi layanan membaik tetapi kemampuan menyelesaikan atau completion rate masih tertinggal.
Amich menuturkan mereka umumnya tidak bisa menyelesaikan pendidikan menengah karena kendala ekonomi. Mereka tidak punya cukup biaya untuk sekolah.
Apalagi, usia 16-18 tahun juga sudah masuk angkatan kerja. Nah, bagi anak-anak tidak mampu pilihannya menjadi sulit kalau harus sekolah.
"Artinya dia akan meningalkan kesempatan memperoleh pendapatan dari pekerjaannya kalau dia masuk sekolah," tutur Amich.
Amich menyebut beasiswa yang diberikan oleh pemerintah dalam hal ini Program Indonesia Pintar (PIP) amat sangat menolong. Namun, bantuan ini tidak bisa menolong semua pihak.
"Tetapi bagi keluarga ekstrem poverty tidak cukup menolong angka putus sekolah dan kenapa itu yang jadi alasan completion rate-nya rendah dibandingan dengan capaian APK-nya," papar dia.
Baca juga: APK Pendidikan Tinggi Miris, Hampir 70% Siswa SMA Tak Lanjut Kuliah |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News