Plengkung Gading. DOK visitingjogja.jogjaprov.go.id/@dededwi.id
Plengkung Gading. DOK visitingjogja.jogjaprov.go.id/@dededwi.id

Plengkung Gading, Gerbang Keramat yang Tak Boleh Dilintasi Sultan Yogyakarta

Renatha Swasty • 01 Januari 2025 12:07
Jakarta: Plengkung Gading atau dikenal juga dengan nama Plengkung Nirbaya, adalah salah satu peninggalan sejarah penting di Yogyakarta yang kaya akan cerita dan mitos.
 
Bangunan ini berbentuk gerbang melengkung, sesuai dengan arti kata "Plengkung". Sementara itu, istilah "Gading" diambil dari warna putih gading pada gerbang tersebut.  
 
Istilah "Nirbaya" dalam konteks Plengkung Gading berarti "bebas dari bahaya duniawi". Hal ini mencerminkan keyakinan plengkung memiliki kekuatan spiritual tertentu, termasuk mitos ilmu hitam tidak dapat menembus gerbang ini.

Beberapa warga percaya orang-orang dengan ilmu hitam akan kehilangan kekuatannya saat melewati Plengkung Gading.
 
Dilansir dari laman visitingjogja.jogjaprov.go.id, Plengkung Gading dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755–1792). Plengkung Gading adalah salah satu dari lima Plengkung yang menjadi pintu menuju benteng Keraton Yogyakarta.
 
Kelima Plengkung itu adalah Plengkung Tarunasura, Plengkung Nirbaya, Plengkung Madyasura, Plengkung Jaga Surya, dan Plengkung Jagabaya. Plengkung Gading dan Plengkung Tarunasura menjadi yang paling terkenal.  
 
Terletak di sisi selatan Alun-Alun Selatan Yogyakarta, Plengkung Gading memiliki fungsi khusus sebagai jalur yang dilewati jenazah Sultan menuju tempat pemakaman raja-raja di Imogiri. Tradisi ini mencerminkan penghormatan besar terhadap Sultan sebagai pemimpin masyarakat Yogyakarta.  
 
Baca juga: Pameran '130 Tahun Pithecanthropus Erectus', Tegaskan Indonesia Sebagai Peradaban Tertua Dunia

 
Salah satu mitos yang menarik adalah larangan bagi Sultan yang masih hidup untuk melewati gerbang ini. Larangan tersebut dipercaya telah berlaku sejak era Sultan Hamengku Buwono I dan terus dilestarikan hingga kini.
 
Sultan yang masih bertahta menggunakan empat Plengkung lainnya untuk keluar masuk Keraton, sementara Plengkung Gading dikhususkan hanya untuk jenazah Sultan.  
 
Menurut unggahan akun Facebook Sejarah Yogyakarta, tradisi ini tidak hanya berlaku untuk Sultan, tetapi juga menunjukkan penghormatan kepada nilai-nilai budaya dan spiritual masyarakat Yogyakarta.  
 
Dikutip dari regional.espos.id, Plengkung Gading pernah mengalami renovasi pada tahun 1986 untuk menjaga keasliannya. Di masa lalu, kawasan ini dilengkapi parit dengan lebar 10 meter dan kedalaman 3 meter sebagai perlindungan dari serangan musuh.
 
Parit ini juga memiliki jembatan gantung yang dapat ditarik untuk menutup gerbang saat ada ancaman. Namun, pada tahun 1935, parit ini telah dialihfungsikan menjadi jalan raya.  
 
Selain itu, kawasan Plengkung Gading memiliki menara sirine yang digunakan pada momen-momen penting, seperti peringatan detik-detik Proklamasi setiap 17 Agustus dan menjelang waktu berbuka puasa selama Ramadan. Keberadaan sirine ini menambah daya tarik dan keunikan kawasan bersejarah ini.  
 
Plengkung Gading bukan hanya sebuah gerbang, melainkan simbol budaya dan spiritual yang menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi Keraton Yogyakarta. Keberadaannya terus menjadi saksi perjalanan sejarah yang kaya nilai dan tradisi luhur. (Antariska)
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan