Jo-Ann membahas tentang modal ventura dan pasar IPO, khususnya di Tiongkok. Negara Tirai Bambu itu dipilih sebagai subjek penelitian karena merupakan negara dengan 60 persen perusahaannya berada di pasar IPO. Jauh di atas negara lain di Asia.
"Hal itu menunjukkan bahwa modal ventura adalah kekuatan penting dalam transformasi industri China hingga pasar modal ventura China sekarang menempati urutan kedua setelah AS," kata dia, dalam presentasinya pada Jumat, 15 April 2022.
Dalam pemaparannya, Jo-Ann mengatakan bahwa modal ventura diakui sebagai sumber pendanaan yang penting bagi kegiatan wirausaha. Hal itu dinilai dapat berperan aktif bagi perkembangan perusahaan yang didanai.
"Pendanaan melalui modal ventura juga memiliki nilai tambah bagi perusahaan karena dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan inovasi perusahaan. Serta dapat menciptakan struktur pimpinan yang lebih baik saat perusahaan tersebut terdaftar di pasar publik,” kata Jo-Ann.
Baca: FE UNJ Undang Profesor Keuangan Erasmus University, Kupas Investasi Berkelanjutan
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa dalam penelitiannya menggunakan pasar IPO yang ditangguhkan sebagai variabel eksogen terhadap modal ventura di Tiongkok. Hal ini karena IPO yang ditangguhkan menghasilkan ketidakpastian tentang masa depan IPO di negara itu serta memiliki efek pada aktivitas modal ventura.
Hasilnya, ketika IPO ditangguhkan maka investasi modal ventura kontemporer akan berkurang. Hal itu karena pemodal ventura lebih cenderung berinvestasi dalam teknologi tinggi dan lebih kecil kemungkinannya untuk berinvestasi pada tahap akhir dan kesepakatan sindikasi.
Dipengaruhi gender
Sementara itu, Prof Rau memulai presentasinya dengan menyampaikan fenomena yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Yakni, terkait dengan tingginya angka permintaan terhadap representasi wanita dalam jajaran perusahaan."Investor mungkin lebih optimistis tentang arus kas masa depan karena mereka mungkin percaya bahwa keberagaman meningkatkan profitabilitas. Atau mereka mungkin menggunakan tingkat diskon yang lebih rendah ketika menilai perusahaan dengan dewan yang gendernya beragam," kata dia dalam presentasinya pada Sabtu, 16 April 2022.
Dalam penemuannya, Rau menjelaskan bahwa 47 persen pemilik institusional memegang saham IPO perusahaan yang berbeda gender. Dan hanya 40 persen yang memegang saham IPO tidak berbeda gender atau satu gender.
Hal ini sejalan dengan kesimpulan yang disampaikan bahwa keberagaman gender memengaruhi level dari IPO underpricing di Amerika Serikat selama beberapa dekade terakhir.
Lebih jauh dijelaskan bahwa IPO dengan minimal satu perempuan di dalam jajarannya memiliki level underpricing yang lebih tinggi dibandingkan dengan IPO dengan jajaran dewan yang seluruhnya diisi oleh laki-laki.
Baca: Di Kuliah Kehormatan UNJ, Prof Avanidhar Subrahmanyam Paparkan Risiko Trading
Pada seminar daring kali ini, Rau juga menjelaskan bahwa keberagaman gender dapat meningkatkan nilai perusahaan karena dapat mengurangi biaya modal.
Rangkaian seminar internasional Economics Expo 2022 diselenggarakan untuk memperingati Dies Natalis ke-17 FE UNJ. Seminar ini memiliki tema besar "Bersinergi dalam Keberagaman, Semangat, dan Inovasi".
FE UNJ menggandeng dua universitas dalam menyelenggarakan seminar ini, yakni Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya dan Fakultas Bisnis Universitas Katholik Widya Mandala Surabaya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id