Rizki Maulana Syafei dan Tsalis Khorul Fatna, mahasiswa UIN Yogyakarta pengaju JR UU Pemilu terkait presidential threshold. DOK IG @medcomid
Rizki Maulana Syafei dan Tsalis Khorul Fatna, mahasiswa UIN Yogyakarta pengaju JR UU Pemilu terkait presidential threshold. DOK IG @medcomid

Empat Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga di Balik Pengahapusan Presidential Threshold

Renatha Swasty • 07 Januari 2025 15:22
Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold. Kini,  partai politik dapat mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden tanpa memenuhi syarat minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara sah nasional.
 
Menariknya, putusan itu mengabulkan seluruhnya permohonan para pemohon yang merupakan empat anak muda kelompok gen Z. Keempatnya merupakan mahasiswa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
 
Keempat mahasiswa itu, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haw, dan Tsalis Khorul Fatna. Mereka mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait presidential threshold sebagaimana termaktub dalam Pasal 222.

Salah satu mahasiswa, Tsalis, menceritakan proses uji materi itu. Uji materi ini bermula dari diskusi mengenai presidential threshold di komunitas, yaitu Komunitas Pemerhati Konstitusi.
 
Sebelumnya, komunitas sudah mengajukan uji materi sebanyak 32 kali, namun selalu ditolak.
"Nah ini yang ke 33 kalinya akahrinya kita mendapatkan kesempatan ini berbarengan dengan permohonan lainnya yang terkait," cerita Tsalis dalam siaran langsung Instagram @medcomid dikutip Rabu, 7 Januari 2025.
 
Baca juga: Guru Besar Puji 4 Mahasiswa UIN Yogyakarta yang Menangkan Gugatan Presidential Threshold

Mahasiswa lainnya, Rizki, menyebut permohonan sengaja diajukan setelah pemilihan presiden (Pilpres) 2024 selesai. Hal itu agar MK dapat mempertimbangkan materi yang diajukan secara lebih substantif dan akademis.
 
"Biar pertimbangannya lepas dari politik," ujar Rizki.
 
Semangat pengajuan uji materi ini untuk menjadikan pemilih dalam pilpres sebagai subjek aktif. Rizki menegaskan pemilih tidak lagi boleh sebagai objek pasif.
 
"Sehingga pemilih itu benar-benar merasakan bisa memilih calon yang dia mau datang dari calon-calon baru," ujar Rizki.
 
Rizki mengaku pihaknya tak ditunggangi entitas politik mana pun. Bahkan, ahli untuk persidangan di MK didatangkan secara sukarela.
 
"Ahli kami itu sifatnya probono, ya karena sebagai mahasiswa tentu tidak mampu untuk itu, apalagi untuk mencari pendamping hukum," jelas dia. 
 
Ia berharap putusan MK ini dapat dikawal bersama dan DPR dapat mengakomodir putusan ini menjadi undang-undang. "DPR bisa mengakomodir putusan ini, MK sudah memberikan rambu-rambu, semoga ini menjadi obat bagi sistem pemilu kita," harap dia. 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan