P2G juga meminta masyarakat luas tidak menstigmatisasi bahkan mengucilkan siswa atau guru sekolah di bawah naungan Khilafatul Muslimin. Agus menyebut mereka butuh dirangkul dengan pendekatan lebih humanis dan bimbingan dari pemerintah serta elemen masyarakat, dan ormas agama, seperti MUI, NU, dan Muhammadiyah serta organisasi profesi guru.
Agus mengatakan pihaknya juga mendorong Kemdikbudristek dan Kemenag memperkuat peran Pendidikan Pancasila dan program Moderasi Beragama dalam struktur kurikulum nasional. Khususnya, di sekolah dan madrasah.
"Pendidikan Pancasila dan Moderasi Beragama mendesak diaktualisasikan nyata, sehingga membentuk karakter dan budaya sekolah," kata guru Pendidikan Agam Islam tersebut.
Agus meminta Kemdikbudristek, Kemenag, dan Pemda tak luput melakukan pembinaan dan pendampingan serta upaya re-ideologisasi Pancasila kepada seluruh guru dan siswa sekolah yang bernaung di bawah organisasi ekstrem ini. "Kami khawatir jika tak dilakukan, guru dan siswanya akan menjadi agen penetrasi dan indoktrinasi ideologi radikal dan anti Pancasila di lingkungan masyarakat," tutur Agus.
Pengurus Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII) ini juga mendesak Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah meningkatkan pendampingan, pengawasan, dan peningkatan kompetensi kepada guru dan sekolah di wilayahnya. Dia mempertanyakan
Dinas Pendidikan dan Pengawas Sekolah tidak mengetahui ada sekolah di daerah tak menggelar upacara bendera, tak memasang simbol kebangsaan Burung Garuda, serta simbol kebangsaan lainnya di sekolah.
"Jelas sekolah tidak melakukan pendidikan kebangsaan sebagaimana mestinya. Apa yang dapat kita harapkan jika SDM dan generasi bangsa kita anti Pancasila dan anti NKRI," tutur dia.
Agus menyebut dampak ideologis bagi seluruh peserta didik harus dihentikan dari sekarang. Hal itu agar tidak makin jadi ancaman ideologis di masa mendatang.
P2G juga mengimbau masyarakat, khususnya calon orang tua murid tidak asal menyekolahkan anaknya di sekolah swasta. Khususnya yang terindikasi mengajarkan paham radikal yang bertentangan dengan konsensus kebangsaan Pancasila, UUD 195, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Agus meminta orang tua tak gampang tergiur dengan iming-iming Uang Pangkal gratis atau SPP murah. Calon orang tua murid mesti mempelajari terlebih dulu profil calon sekolah bagi anaknya.
"Tentu ini tak akan berhasil tanpa pengarahan dan informasi dari Dinas Pendidikan setempat," kata Agus.
Baca: Pesantren Khilafatul Muslimin Tidak Terdaftar di Kementerian Agama
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News