Bambang menyebut bioteknologi tanaman pangan yang telah dikembangkan sejak 1996 hingga 2018 telah mampu meningkatkan produktivitas tanaman sebesar 822 juta ton senilai USD225 miliar dan melestarikan keanekaragaman hayati dengan menyelamatkan 231 juta hektare lahan. Selain itu, juga menghemat 776 ribu ton penggunaan pestisida dan bahan kimia pelindung tanaman lainnya, mengurangi emisi CO2, (contoh Tahun 2018 sebesar 23 juta ton, setara dengan asap 15,3 juta mobil dalam satu tahun), hingga membantu mengentaskan kemiskinan sekitar 16-17 juta petani kecil di beberapa negara berkembang.
Bambang mengatakan peranan Bioethics, Biosafety, dan Conformity Assesment menjadi satu kesatuan dalam pemanfaatan bioteknologi yang saat ini tengah menjadi sorotan dalam upaya mendukung ketahanan pangan. "Dalam arti yang lebih luas, bioetika adalah penerapan etika dalam ilmu-ilmu biologis, obat, pemeliharaan kesehatan dan bidang-bidang terkait," kata dia.
Penulis Buku "Emas hitam dari Tanda Kosong Kelapa Sawit" tersebut, menyampaikan Bioethics (Bioetika) menjamin kelancaran adopsi berdasarkan pertimbangan etika/moral. Di sisi lain, Biosafety (Keamanan Hayati) yang diterapkan dalam pengembangan Produk Rekayasa Genetik (PRG) akan menjamin keamanan masyarakat sekaligus memberikan kepastian riset dan inovasi.
Sedangkan, Conformity Assessment (Penilaian Kesesuaian) menjadi standar, akreditasi, dan kalibrasi untuk menjamin ketelusuran-saling pengakuan hasil analisa laboratorium dan green house.
"Kajian bioetika dan biosafety ini berangkat dari upaya memitigasi potensi dampak negatif dari teknologi sambil menuai manfaatnya. Ini merupakan tantangan utama yang dihadapi pembuat kebijakan saat ini. Bagaimana menerapkan risk based management dengan memitigasi dan memanfaatkan peluang untuk mendapat hasil yang baik," ujar dia.
Sejauh ini, kata Bambang, penerapan bioetika dan biosafety di Indonesia sudah berjalan. Hal itu didukung dengan adanya regulasi dan peraturan perundangan terkait bioetika.
Salah satunya, PP Nomor 21 Tahun 2005 Tentang Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik, PP Nomor 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman yang memberikan batasan-batasan perlindungan dan juga adanya Keputusan Bersama Menristek, Menkes, dan Mentan Tahun 2004 tentang Pembentukan Komisi Bioetika Nasional.