FA berdiri kikuk, pandangannya hanya mengarah pada gurunya itu. Ada tiga buku dan satu action figure godzilla di mejanya.
Kami dipersilakan duduk oleh gurunya. Guru pun duduk, tapi tidak dengan FA.
Gurunya menanyakan, kenapa FA belum juga duduk. "Belum dipersilakan," katanya singkat saat ditemui di SMPN 1 Purbalingga, Jawa Tengah, Jumat, 13 Juni 2025.
Kejadian singkat ini membuat kami mulai khawatir, apakah wawancara dengan FA akan berjalan dengan baik. Apakah gangguan mental yang diidapnya, skizofrenia paranoid, tidak kambuh saat ini.
Beberapa kali, gurunya menanyakan keadaannya. Apakah hari ini dia senang ataukah dia memiliki mood atau perasaan yang bagus.
"Bagus," kata FA. Selanjutnya ditanyakan apakah bersedia untuk ngobrol? "Bismillah," lanjut dia.
Saya sendiri mulai berpikir, FA memiliki sikap sopan luar biasa. Tentu sangat menghormati orang tua di sekitarnya.
FA, siswa kelas 9, SMPN 1 Purbalingga kini berusia 17 tahun. Namun, karena kondisinya, ia baru bisa duduk di jenjang SMP dengan usia yang harusnya sudah berada di bangku SMA.
Meskipun menderita skizofrenia paranoid, selama menjadi siswa di SMP Negeri 1 Purbalingga, perilaku FA tidak menunjukkan sikap destruktif. Sikap itu dapat membahayakan dirinya maupun teman-temannya.
Baca juga: 5 Tips Memilih Sekolah Terbaik untuk Anak Berkebutuhan Khusus |
Hal ini dikarenakan keterbukaan antara orang tua dengan pihak sekolah, teman-teman, maupun komunikasi sekolah dengan dokter jiwa yang merawatnya. Komunikasi dengan dokter inilah yang memungkinkan sekolah melakukan intervensi sesuai dengan kebutuhan jiwa FA.
FA dikenal sebagai anak yang suka menolong siapa pun yang membutuhkan bantuannya. Karena gangguan jiwa yang dimilikinya, FA mengalami keterbatasan dalam bidang akademik, terutama di bidang numerik.
Tapi tidak pada hal yang berbau sains. Terlebih, biologi.
Di umur yang masih sangat muda dan kondisi mental tak stabil, FA telah melampaui kemampuan di bidang biologi dibandingkan dengan teman-temannya. Bahkan, guru biologinya yang lulusan S1, kewalahan menghadapi pertanyaan dari FA.
"Lihat saja itu bukunya dasar-dasar mikrobiologi, itu buku untuk S1," ujar Yohana.
FA juga banyak membaca ilmu terkait virologi. Sebuah ilmu yang mengulik tentang virus.
Ia begitu tertarik dan bersemangat ketika mengaitkan pembicaraan tentang senjata kimia dan pesebaran virus. Ia paham betul saat bicara senjata biologi, hal itu berkaitan dengan patogen, dan senjata kimia erat penyebarannya melalui darah.
FA bercerita senang melakukan eksperimen kimia di rumahnya. Untuk sekadar aksi-reaksi dari senyawa yang dikenalnya dan tersedia di toko kimia.
"Cita-citanya mau jadi ahli kimia. Bikin senjata biologi di Pindad (PT Pindad)," kata FA.
Saat bicara tentang banyak hal itu, pembicaraan tidak berjalan lancar. Sesekali ia berhenti.
Hal itu menandakan ingatan FA sedang berproses. Tapi, setiap penjelasan yang disampaikan tersirat jelas, FA menguasai meteri itu.
Begitu pula ketika FA bicara tentang godzilla. Makhluk mitologi yang populer di Jepang.
FA adalah Godzilla dan Godzilla adalah FA. Begitulah gambaran kedekatan FA dengan Godzilla.
Ia sangat khatam perihal Godzilla. Semua hal terkait Godzilla didapatnya baik dari film maupun video di internet.
Ia punya ratusan koleksi action figure Godzilla dari berbagai ukuran dan model bentuk. FA kerap membawa action figure Godzilla ke sekolah, bahkan menggunakan kaos dalam Godzilla sebagai pelapis baju pramuka.
"Punya juga teman-teman di grup WA sesama pecinta Godzilla," sebut dia.
Di sekolah, FA dilayani dengan baik. Segala kebutuhan pribadi hingga layanan pendidikannya difasilitasi.
Saat FA kambuh, guru sudah tahu harus apa. FA biasanya kambuh lantaran tersinggung dengan halusinasinya sendiri. Atau memang perasaannya sedang tidak baik.
Obat-obatan selalu tersedia di dalam tas. Para guru bahkan sudah hafal jenis obat yang dikonsumsi.
Baca juga: Difabel Juga Punya Hak, Lestari Moerdijat Dorong Akses Pendidikan Inklusif Berkualitas |
"Untuk FA dia istimewa, jam berapa bisa datang sekolah, bagaimana kebutuhan belajarnya itu kita sesuaikan. Sejauh ini dia bisa mengikuti dengan baik, dan semua menyenangkan," kata Yohana.
Teman-temannya juga paham kondisi FA. Mereka menghormati keberadaan FA di kelas.
"Biasanya ya teman-temannya juga mengingatkan untuk minum obat. Atau FA kalau masih kurang paham belajar di kelas yang itu ngajarnya umum saja begitu ya, nanti FA kita ajarin lagi sendiri di ruang BK," lanjut Yohana.
Dengan segala upaya yang dilakukan sekolah dan melihat perkembangan FA, Yohana mengaku terharu. Apalagi ketika anak didiknya itu akan lulus dan mencari SMA.
"Kita selalu komunikasikan dan akan berkomunikasi juga di sini, dia SMA-nya juga domisili dia, jadi kami tahu guru-gurunya dan kami sampaikan, yang penting terbuka ke orang tua FA, komunikasi yang baik terutama dengan dokternya," sebut dia.

Guru SMPN 1 Purbalingga, Yohana. Medcom.id/Ilham Pratama Putra
SMPN 1 Purbalingga berkomitmen menjalankan pendidikan inklusif. Dalam penerimaan murid baru pun, disediakan jalur afirmasi untuk anak seperti FA.
Kebutuhan anak dipelajari. Semua demi memberikan layanan pendidikan maksimal dan bermutu untuk semua.
"Dari menjalankannya kami mencari kebutuhan anak, kami koordinasi dengan komunikasi psikiater dari rumah sakitnya, anaknya, kami komunikasi terkait mental anak itu. Dengan komunikasi itu di sekolah kami bisa memberikan layanan sesuai kebutuhan anak itu," kata Kepala Sekolah SMPN 1 Purbalingga, Eni Rundiati.
Guru juga dibentuk untuk memiliki kemampuan agar bisa melakukan pengajaran kepada anak berkebutuhan. Pelatihan juga diberikan kepada guru.
"Jadi guru lebih paham, paham kondisi anak, paham moodnya seperti apa. Capaian pembelajaran pun kami sesuaikan untuk anak-anak kami," tutur Eni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News