"Pekerjaan rumah yang mesti diperhatikan dalam sistem pendidikan yang berubah saat ini adalah learning loss, learning culture, learning adaptation dan learning innovation," kata Rerie dalam webinar Membangun Sinergi Demi Mutu Hebat Pendidikan Aceh, dalam rangka peringatan 15 tahun Sekolah Sukma Bangsa, Rabu, 14 Juli 2021.
Wakil Ketua MPR itu menilai perlu restrukturisasi sistem dan tata pembelajaran secara sinergis untuk meningkatkan mutu pendidikan saat ini. Pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan patut dipersiapkan dengan mempertimbangkan situasi lokal mengingat Indonesia memiliki sumber daya manusia dengan perbedaan suku, agama, bahasa, budaya dan adat istiadat.
Ia menambahkan, pascabencana dan tsunami Aceh, Yayasan Sukma hadir untuk merevitalisasi pendidikan di Aceh dengan mendirikan Sekolah Sukma Bangsa di Pidie, Bireuen dan Lhokseumawe. Sekolah Sukma Bangsa menanamkan filosofi school that learns sebagai fondasi pengembangan sekolah.
Dalam perkembangannya, lanjut dia, Sekolah Sukma Bangsa dengan kemampuan inovasinya di setiap periode, merumuskan kurikulum perdamaian dan resolusi konflik berbasis sekolah.
Baca: Solidaritas Jadi Kekuatan Baru Hadapi Pandemi Covid-19
Rerie menilai, mutu pendidikan sesungguhnya tidak diukur dengan variabel dan parameter 'dari luar' tetapi dimulai dengan kemampuan institusi untuk melakukan pembelajaran dengan bekal kemampuan inovasi.
Sementara, Kepala bidang SMA, Dinas Pendidikan Aceh, Hamdani mengaku sudah melakukan penguatan kurikulum. Sebab, tujuan pendidikan di Aceh tidak hanya agar siswa mendapat nilai tinggi tetapi harus sadar hukum dan norma kehidupan di keseharian. Dinas Pendidikan Aceh juga sudah mengajak sejumlah instansi dan lembaga untuk ikut bekerja sama dalam meningkatkan mutu pendidikan di Aceh.
Rektor Universitas Syiah Kuala, Samsul Rizal menilai daya saing lulusan SMA di Aceh masuk perguruan tinggi belum merata. Lulusan SMA Aceh diterima di perguruan tinggi di Aceh jumlahnya cukup memadai. Namun, ujar Samsul, lulusan SMA Aceh yang diterima di perguruan tinggi di luar Aceh hanya 3,6 persen.
Kondisi tersebut, kata Samsul, harus jadi perhatian bersama, bagaimana anak-anak Aceh bisa lebih baik di masa depan. Pendidikan di Aceh harus lebih baik. Sepuluh anak Aceh terbaik, ungkap Samsul, hanya berasal dari satu sekolah. Pemerataan kualitas pendidikan perlu digenjot agar pendidikan di Aceh bisa meningkat.
Samsul berpendapat harus segera mulai ada perbaikan sejak pendidikan dasar dalam penalaran umum, baca dan tulis. Selain itu, berbagai afirmasi harus diterapkan agar masyarakat kurang mampu bisa belajar, demikian juga dengan pemerataan jumlah guru yang bermutu di setiap sekolah di Aceh.
Anggota Komisi X DPR dari Aceh, Illiza Saaduddin Djamal, berpendapat peserta didik di Aceh harus menjadi anak yang berilmu, beriman dan berakhlak mulia. Illiza menilai kondisi pendidikan saat ini banyak sekali berubah.
Perubahan pembelajaran dipengaruhi kondisi kesehatan atau pandemi covid-19 yang yang ketat dengan penerapan protokol kesehatan. Selain itu, memaksimalkan pemanfaatan teknologi dalam proses pendidikan. "Kemampuan adaptasi dalam menyikapi perubahan zaman saat ini sangat diperlukan," ujar Illiza.
Baca: Hoaks Memperparah Pandemi Covid-19
Antropolog UIN Ar-Raniry Aceh, Reza Idria menilai setiap manusia harus dilihat berbeda karena memiliki kemampuan yang berbeda. Ada yang baik secara visual atau kemampuan mendengar lebih baik, bahkan meraba lebih baik. Makanya, menurut dia, cara pendekatannya pun berbeda-beda pula, termasuk dalam hal pendidikan.
Riza menyebut di era modern saat ini kualifikasi manusia yang dibutuhkan antara lain komunikatif, korektif dan kritis. Riza berharap, pemerintah bisa memfasilitasi dan sekolah membuka diri untuk membentuk peserta didik di Aceh agar memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan era modern saat ini.
Diskusi daring ini dimoderatori Fachrurrazi, M.A. (Direktur Sekolah Sukma Bangsa Bireun) dihadiri Hamdani, Spd, Mpd (Kepala bidang SMA, Dinas Pendidikan Aceh), Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng (Rektor Universitas Syiah Kuala), Hj. Illiza Saaduddin Djamal (Anggota DPR-RI Aceh/Komisi X Bidang Pendidikan Perpustakaan dan Pariwisata) dan DR. Reza Idria (Antropolog/Dosen UIN Ar-Raniry Aceh) sebagai narasumber.
Selain itu hadir pula Ahmad Baedowi (Direktur Eksekutif Yayasan Sukma), Victor Yasadhana (Direktur Pendidikan Yayasan Sukma), Yarmen Dinamika (Redaktur Pelaksana Serambi Indonesia) sebagai panelis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News