Kombinasi ini membuat zat radioaktif dapat menumpang pada EDTMP dalam melokalisir jaringan yang harus dilumpuhkan pada tulang. Sehingga, sediaan radiofarmaka akan efektif untuk terapi pereda rasa nyeri akibat kanker tulang, sekaligus memonitor tingkat kemanjurannya.
“Riset bersama terkait Samarium-153 EDTMP antara periset dari Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) sebelum berintegrasi ke BRIN dengan RSUP dr. Sardjito Yogyakarta dirintis sejak 2005 sampai 2007 dalam pelaksanaan uji klinis,” ujar salah satu periset Samarium-153 EDTMP, Agus Ariyanto, dikutip dari laman brin.go.id, Selasa, 5 Juli 2022.
Dia menuturkan uji klinis merupakan tahapan yang harus dilalui ketika mengembangkan suatu produk obat seperti Sm-153 EDTMP. Tujuannya, mengetahui keamanan dan efikasi penggunaan Sm-153 EDTMP ketika diberikan ke pasien penderita kanker.
“Uji klinis di RSUP dr. Sardjito saat itu dilakukan bekerja sama dengan Dr. dr. Bagaswoto P, Sp.Rad(K)-RI, Sp.KN, M.Kes, FICA, sehingga didapatkan data yang dibutuhkan untuk registrasi produk Sm153 EDTMP ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),” tutur dia.
Agus menjelaskan mulai 2008, BATAN bekerja sama dengan PT Kimia Farma menyiapkan sertifikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk fasilitas produksi di BATAN, serta menyiapkan dokumen pendaftaran produk tersebut ke BPOM. Akhirnya, Sm-153 EDTMP mendapatkan Nomor Izin Edar (NIE) dari BPOM pada 31 Oktober 2016 dan sudah diperpanjang kembali pada 2021. Sehingga, obat ini sudah memiliki legalitas peredaran obat di Indonesia.
“Saat ini layanan terapi paliatif dengan Sm153 EDTMP bahkan sudah ditanggung oleh BPJS,” tutur Agus.
Agus menyebut hilirisasi dan komersialisasi produk Samarium-153 EDTMP saat ini dilakukan PT Kimia Farma dengan nama dagang TBONE KaeF. “Berdasarkan data pada 2020, pengiriman produk Samarium-153 EDTMP mengalami peningkatan sebesar 43,82 persen dan total aktivitas pengiriman ke rumah sakit sebesar 14.250 mCi,” papar dia.
Proses produksi 153Sm-EDTMP memakan waktu 8-10 hari mulai dari penyiapan bahan target iradiasi, proses iradiasi, penanganan pasca iradiasi, penandaan, pengujian kualitas, pengemasan dan pengiriman, hingga penggunaan pada pasien. “Proses produksi dilakukan di fasilitas yang telah tersertifikasi CPOB oleh BPOM sehingga mutu dan keamanan produknya terjamin serta mematuhi protokol keselamatan radiasi dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN),” kata Agus.
Salah satu mitra BRIN yang memanfaatkan hasil riset Samarium-153 EDTMP adalah RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta. Rumah sakit tersebut melakukan terobosan terapi di bidang kanker, salah satunya penanganan terapi kanker yang sudah mengalami penyebaran pada tulang.
“Terapi yang digunakan yaitu menggunakan senyawa bertanda Samarium-153 EDTMP, terapi ini bersifat Bone Pain Palliative untuk mereduksi nyeri pada pasien kanker yang sudah mengalami penyebaran ke tulang,” ujar Kepala Instalasi Radiologi RSUP dr. Sardjito, dr. Hanif Afkari Sp.KN.TM(K).
Dia menjelaskan prosedur terapi ini harus melalui beberapa tahapan. Sebelum terapi, pasien akan menjalani bone scan menggunakan gamma camera.
"Bila pasien terdeteksi positif ada persebaran sel kanker di tulang, maka langkah selanjutnya adalah diterapi dengan pemberian Samarium-153,” jelas dia.
Hanif mengakui pada beberapa penelitian terakhir terapi ini diindikasikan untuk palliative atau mereduksi nyeri. “Namun, ada juga jurnal yang menyatakan terapi Samarium bersifat kuratif untuk mengecilkan lesi pada tulang,” tutur dia.
RSUP dr. Sardjito akan memesan Samarium-153 EDTMP sebanyak 100mCi per dua minggu. Namun, terapi ini harus terjadwal mengikuti ketersediaan produksi senyawa bertanda Samarium-153 di BRIN.
“Dengan kapasitas yang ada di RS dr. Sardjito saat ini bisa merawat enam pasien rawat jalan setiap minggunya. Dalam proses terapi, pasien akan dirawat inap selama satu malam untuk observasi efek klinisnya,” tutur Hanif.
Dia menjelaskan Samarium-153 EDTMP memiliki efek radiasi ringan, sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Pasien akan terbebas dari rasa nyeri, sehingga kualitas hidup menjadi lebih baik dengan pemberian terapi Samarium-153 EDTMP.
"Hal ini sangat membantu bagi pasein kanker stadium lanjut,” tutur dia.
Pengaplikasian hasil riset dan inovasi ini merupakan momentum mendekatkan teknologi mutakhir kepada penderita kanker. Sekaligus, edukasi kepada publik ihwal Indonesia siap mengoptimalkan teknologi nuklir khususnya untuk kesehatan dengan tetap menjaga faktor keamanan.
Baca juga: BRIN Gandeng Universitas Leiden Bangun Kerja Sama Riset Kesehatan |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id