Berdasarkan perhitungan para ahli kesehatan, kata dia, penyakit DBD menghabiskan sebesar USD381 juta per tahun hanya untuk biaya pengobatan. Ia pun berharap dengan teknologi ini bisa membantu penghematan biaya dan membantu menghemat biaya perawatan di rumah sakit.
Utarini mengatakan, penelitian ini sejatinya bisa melengkapi upaya pengendalian dan pencegahan DBD yang sudah dilakukan masyarakat maupun pemerintah. "Jadi, ini adalah sumbangsih kami untuk negeri ini dan tentu yang pada akhirnya sangat penting adalah apa artinya bagi masyarakat," ungkapnya.
Uji coba penelitin ini dilakukan sejak 2011. Selama sekitar sepuluh tahun terakhir, kata dia, berbagai tantangan dihadapi tim peneliti. Bagi Utarini dan kawan-kawan, tantangan itu nyatanya menambah kemampuan mereka sebagai peneliti.
Baca: Inovasi UI, 'Katamataku Easy Brush' untuk Bantu Mantan Penderita Kusta
Utarini berterima kasih kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan berkontribusi dalam penelitian ini. Baik dari segi pembiayaan, maupun kemudahan akses penelitian yang diberikan.
Ke depan, Utarini berharap pemerintah bisa membuka jalan bagi pengembangan hasil penelitian ini. Ia meyakini, hanya pemerintah yang bisa membuat berbagai temuan teknologi dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang lebih luas.
"Ini harapan kami, dengan hasil yang baik ini mudah-mudahan pemerintah Indonesia membuka jalan agar manfaatnya dapat diperluas. Pengguna utama penelitian ini adalah Kementerian Kesehatan. Kami berharap ini bisa melengkapi, memperkuat program pengendalian DBD di Indonesia," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News