Tak ada yang mampu mengendalikan. Meja hampir dibalikkan di depan muka guru Nike Wahyuni. Nike diam-diam mempelajari emosi siswanya itu.
Nike tahu persis, yang dilakukan siswanya bukan tanpa sebab. Ia menyaksikan siswanya itu bahkan memukul kepala dengan emosi yang kian bergejolak.
Sebagai guru bimbingan konseling ia paham betul cara menghadapi siswa tersebut. Pertama, tidak ikut tersulut emosi, meski siswa itu telah melewati batas.
"Sebenarnya guru-guru lain tuh sudah geram. Kalau melihat dia memperlakukan saya tuh mungkin rasa mereka mau adu fisik juga. Tapi kan saya enggak mau begitu karena saya tahu ini anak mentalnya tuh lagi bermasalah," kata Nike kepada Medcom.id, Selasa, 19 November 2024.
Saat itu, teman guru lain khawatir bila Nike akan dipukul siswa. Tapi, yang terjadi malah sebaliknya.
Baca juga: Menjaga Nyala Asa Siswa Lintasi Reyotnya Jembatan Rambing |
Ia menghadapi siswa tersebut dengan tenang. Bertanya dengan pelan sambil melakukan validasi terhadap emosi yang dirasakan siswa.
Siswa yang tadinya berdiri, kini bisa duduk. Bahkan pelan-pelan emosi siswa itu digerus hingga mampu bercerita dengan nyaman kepada Nike.
"Mau berbaring? Coba untuk berbaring. Ya udah, dia berbaring. Abis itu, dia kayak kucing gitu, menurut, dan cerita begitu saja," ungkap dia.
Bahkan, kata Nike, siswa itu kemudian sadar telah melakukan tindakan kurang ajar karena emosinya pecah. Proses regulasi emosi yang dijalankan Nike ini yang akhirnya mampu mengubah siswa tanpa melalui hukuman meski telah melakukan tindakan di luar batas wajar.
"Ini yang kita ajak anak itu berkomunikasi dengan baik, benar-benar mindfull dan dianya juga mindfull. Baru kesadaran itu akan muncul. Jadi ketika ada kesalahan itu jangan langsung dihukum, tapi ada proses terlebih dahulu," jelas Nike.
Nike Wahyuni merupakan guru Bimbingan Konseling. Dia juga menjabat sebagai Plt Kepala SMP Al Azhar Syifa Budi Pekanbaru II.
Nike dikenal dengan penerapan pembelajaran yang mindfullness. Siswa diajak mampu melakukan regulasi emosi.
Awalnya, metode ini erat kaitannya untuk siswa berkebutuhan khusus. Namun, ternyata seluruh anak juga mesti dapat dilatih regulasi emosinya.
Pendekatan mindfullness ini juga sangat berpengaruh terhadap pembelajaran di sekolah. Sehingga, anak-anak bisa fokus pada tugas mereka.

Nike Wahyuni dan siswanya. DOK Pribadi
"Pendekatan mindfullness ini juga kita lebih kuat dalam ikatan emosional ke siswa. Lebih dekat dengan siswa," papar Nike.
Pendekatan itu juga mengurangi tindakan hukuman kepada siswa. Menurutnya, di era saat ini metode pemberian hukuman terhadap siswa sudah tidak relevan.
"Pendekatan ini memperbaiki kesalahannya siswa itu daripada mereka itu dihukum, gitu. Ternyata pendekatan yang lebih humanis itu membuat mereka tuh lebih gampang diatur," ujar Guru Penggerak angkatan I itu.
Tak hanya dalam sikap, pendekatan mindfullness itu juga berpengaruh terhadap pembelajaran. Siswa lebih mudah menyerap pembelajaran.
"Saat belajar itu kita ajarkan mereka untuk step-stop. Ambil napas, menyadari pernapasan, ini kan mindfullness juga ya. Ini membuat anak-anak lebih fokus terhadap materi yang diberikan," ujar dia.
Nike mengaku telah menggungakan pendekatan mindfullness sejak menjadi guru BK di sekolah yang sama pada 2021. Pendekatan ini juga menjadi materi penelitian dalam tesisnya saat kuliah dulu.
Pendekatan ini dipelajarinya dari berbagai macam referensi, jurnal, bahkan jurnal internasional.
Setelah dipelajari, kemudian diintegrasikan dengan kondisi di Indonesia. Khususnya kultur pembelajaran dan dunia pendidikan Indonesia.
Dia menilai pendekatan mindfullness sangat penting saat ini. Terlebih, menghindarkan guru dari tindakan pendisiplinan yang sangat bias dengan batas kekerasan.
"Jadi, penting sekali menurut saya bagaimana mengajarkan anak-anak itu untuk mindful, gitu, untuk menyadari apa pun yang mereka lakukan. Berpikir sebelum bertindak," ujar dia.
Baca juga: Mbah Melan yang Inspiratif, Mengajar Matematika via TikTok di Usia 78 Tahun |
Dia mengaku tantangan terbesar dalam penerapan mindfullness adalah menyeragamkan pemahaman guru terkait pentingnya pendekatan regulasi emosi. Sebab, masih banyak guru meromantisasi pendidikan yang erat dengan hukuman.
"Padahal tentu saat ini hukuman-hukuman itu sudahh tidak efektif. Saya berharap, pendidikan kita menjadi lebih positif, positif untuk guru, positif untuk siswa kita agar lebih sehat lagi," tutur Nike.
Selain sebagai tenaga pengajar, Nike juga aktif sebagai konsultan psikologi pendidikan. Ia menorehkan prestasi sebagai Guru Inovatif Terbaik Guru Pembimbing Khusus tingkat nasional (2023), Juara I Guru Inovatif Guru Pembimbing Khusus tingkat provinsi (2023), Juara I Konseling Kreatif Olimpiade BK Universitas Riau (2023) dan lain sebagainya.
Ia juga merupakan salah satu kandidat doktor Pendidikan Agama Islam. Nike juga telah menerbitkan sejumlah karya ilmiah maupun buku antara lain Menerka Ragam Isu Kekinian Pendidikan, Ketika Pandemi Melanda, Jejak sang Penggerak hingga Kompetensi Multikultural dalam Praktek Konseling Kasus Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender dalam Perspektif Islam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News