Setelah pembukaan, keesokan harinya pengerjaan soal dilakukan selama dua hari, dengan empat soal dikerjakan dalam waktu empat jam setiap harinya. Pengerjaan soal dilakukan dari rumah masing-masing peserta dengan pengawasan oleh leader tim lewat aplikasi Zoom.
"Pengerjaan ini direkam supaya misalnya nanti ada jawaban yang mirip, ada bukti bahwa kami tidak bekerja sama," ujarnya.
Alvian mengakui, tingkat kesulitan pada lomba internasional sangat jauh berbeda dengan lomba nasional. Sistem penilaian yang lebih ketat membuat peserta harus memberikan jawaban yang lengkap dan jelas sesuai dengan apa yang diminta pada soal.
"Misalnya kita menjawab banyak tapi tidak mengarah pada soal, itu poinnya sedikit saja," bebernya.
Baca: Kisah Sukses Alumnus UNS Bangun Bisnis Desa Organik
Pengerjaan yang harus dilakukan dalam Bahasa Inggris pun diakui menjadi salah satu hambatan bagi mahasiswa angkatan 2018 ini. Sebab, penggunaan bahasa asing dalam bidang matematika cukup berbeda dengan bahasa sehari-hari, Alvian merasa masih kurang fasih.
"Tapi untungnya dengan adanya pelatihan sebelumnya jadi bisa membiasakan mengerjakan soal dalam Bahasa Inggris tersebut," tutur alumnus SMAN 1 Sampang ini.
Alvian mengaku sangat bersyukur dengan dukungan dari rekan-rekan tim Indonesia lainnya. Meskipun perlombaan dinilai secara individu, dukungan moral yang didapat dari momen pelatihan dianggap menambah tingkat percaya diri dalam mengikuti lomba internasional tersebut sampai selesai.
Selain itu, tim Indonesia juga mengadakan acara nonton bersama siaran langsung penutupan IMC melalui Zoom untuk mendukung satu sama lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News