Kemampuan spons menghasilkan senyawa kimia dimanfaatkan dalam dunia farmasi untuk menghasilkan bahan antikanker. Tak hanya itu, dalam pengamatan mengenai pencemaran lingkungan dan teori evolusi, hewan yang berperan sebagai filter feeder ini juga menjadi salah satu acuan pengkajian.
Di dunia termasuk Asia Tenggara, bioprospeksi atau identifikasi mengenai spesies dari hewan yang hidup di perairan ini sudah banyak digencarkan. “Sayangnya, Indonesia dengan perairan yang luas masih sangat terbatas dalam melakukan penelitian maupun identifikasi untuk mengungkap beragam spesies spons,” kata Edwin, Senin, 1 September 2024.
Dia menyampaikan minimnya pengetahuan mengenai biodiversitas spons dapat berdampak pada hasil penelitian yang kurang valid. Selain itu, kesalahan identifikasi dari keberagaman spons juga dapat ikut menjadi imbas.
“Dampak besarnya lagi, kegagalan dalam pengklasifikasian makhluk hidup ini dapat menjadi potensi kepunahan dari spesies tersebut,” ujar dia.
Baca juga: Top! Dosen ITS Satu-Satunya dari Indonesia Tembus Pendanaan Riset Bergengsi dari Inggris |
Keresahan tersebut mendorong Edwin menjadi salah satu peneliti di Indonesia yang gencar mendukung adanya identifikasi dan eksplorasi mengenai berbagai spesies spons. Perannya banyak membantu berbagai pihak untuk mengenal dan memahami lebih dekat hewan multiseluler paling sederhana ini.
“Sudah banyak kolaborasi yang dilakukan dalam mendukung kegiatan ini,” beber dia.
Dalam proses mengenali spons, profesor dari Departemen Biologi ITS tersebut menjelaskan sebelumnya bioprospeksi dilakukan dengan pendekatan morfologi atau karakter eksternal. Metode tersebut menelurkan hasil yang kurang akurat mengingat spons termasuk hewan yang sulit dicandra atau dideterminasi jenis spesiesnya. Hal ini disebabkan hewan spons memiliki struktur tubuh sederhana dan plastis.
Saat ini, proses identifikasi tersebut dapat lebih mudah dan akurat dengan adanya integrative taxonomy yang menggabungkan metode klasik taksonomi dan marka molekuler. Metode integratif ini menambahkan marka molekuler seperti mitokondria (mtDNA) dan ribosom (rDNA).
“Hal ini membantu dalam analisis taksonomi, filogeni, dan hubungan filogeografi spesies,” ujar dia.
Lulusan doktor dari University of Munich, Jerman tersebut juga sempat melakukan berbagai ekspedisi ke berbagai perairan di Indonesia, salah satunya dalam South Java Deep Sea Biodiversity Expedition (SJADES) 2018. Dalam ekspedisi bersama National University of Singapore (NUS) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) tersebut menghasilkan spesies spons baru Semperella sjades di perairan dalam Pantai Selatan Jawa Tengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News