Selain itu, menurut Nadiem yang dibutuhkan orang rimba untuk menjamin pendidikan anak-anak mereka yakni adanya mata pencaharian, dimana mata pencaharian adalah kunci permasalahan yang harus ditangani secara lintas sektor, bukan hanya pendidikan.
Manager Program KKI Warsi, Robert Aritonang berharap kunjungan Menteri Nadiem ke orang rimba tersebut akan membawa dukungan dari semua pihak untuk kelancaran pendidikan orang rimba. "Kunjungan Menteri adalah bentuk kepedulian negara kepada masyarakat adat yang hingga kini masih berjuang untuk mendapatkan kesetaraan dengan warga lainnya," kata Robert.
Dijelaskan, selama ini persoalan mendasar yang dialami oleh orang rimba adalah kehilangan sumber penghidupan, setelah hutan yang menjadi rumah mereka beralih fungsi menjadi perkebunan dan hutan tanaman. Dengan ketidakpastian sumber kehidupan, menjadikan orang rimba yang kehilangan hutan juga kesulitan untuk melanjutkan hidup mereka.
Saat ini sebagian orang rimba hidup dari memungut buah sawit. Biji-biji sawit yang sudah jatuh dari pohon diambil satu persatu dan dijual untuk membeli bahan pangan. Kondisi tersebut menyebabkan orang rimba sangat rawan berkonflik dengan pemilik konsesi.
Bahkan tak jarang mereka menjadi sasaran kekerasan pihak perusahaan. Di sisi lain, perusahaan lupa bahwa mereka sudah merampas sumber penghidupan orang rimba yang dulunya tinggal di dalam hutan itu sebelum dijadikan perkebunan.
Butuh kesadaran semua pihak untuk memahami kondisi yang dialami orang rimba tersebut. Penyelesaian persoalan terhadap orang rimba harus dilakukan secara multisektor untuk pengakuan hak orang rimba atas lahan.
"Mau dimana lagi mereka hidup, ini dulu dibenahi baru pendidikan akan memberikan hasil yang maksimal untuk mendukung kehidupan mereka," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News