Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi menyebut, keterbukaan pembahasan revisi UU Sisdinkas ini dilakukan dengan setengah hati. Dengan kata lain, tidak terbuka secara penuh alias minim keterlibatan pemangku kepentingan di dunia pendidikan.
Meski telah digelar sejumlah uji publik, namun tidak setiap pemangku kepentingan mendapatkan akses yang penuh terhadap dokumen revisi UU Sisdiknas tersebut. Bahkan waktu yang diberikan untuk mempelajari dan memberikan umpan balik terhadap substansi dokumen penting ini sangat singkat.
Sehingga kesan basa-basi pelibatan publik pun demikian kentara. "Padahal kompleksitas pendidikan nasional terutama terkait tata kelola guru sangatlah luas dan mendalam. Akan sangat riskan ketika dibahas dan diputuskan dalam waktu yang terlalu singkat," tegas guru besar Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 23 Februari 2022.
Baca juga: KoPI: Revisi UU Sisdiknas Cacat Proses dan Kurang Legitimasi Masyarakat
Unifah menegaskan, bahwa tata kelola guru perlu pembahasan yang menyeluruh untuk menyelaraskan berbagai peraturan yang ada. Ini karena guru adalah ujung tombak pendidikan di mana porsi kontribusi guru terhadap mutu pendidikan melampaui kualitas luaran pendidikan.
"Tidak pernah terjadi kualitas pendidikan melampaui kualitas guru. Karena itu landasan hukum yang jelas diperlukan dan menjadi prioritas untuk memastikan pengembangan kompetensi dan profesionalisme guru," tegas Unifah.
Menurut Unifah, breeding guru pada pendidikan keguruan perlu dimulai dari sejak awal, tidak bisa dilakukan melalui ‘pembajakan’ di tengah jalan. Ini karena guru memerlukan internalisasi profesi yang sangat baik dan dapat dipertanggungjawabkan sebelum memulai bertugas
Sebagaimana yang berlaku di negara-negara maju, pendidikan keguruan harus berbasis universitas (university based). Untuk itu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) perlu senantiasa hadir dan dikembangkan untuk dapat menghasilkan porsi guru concurrent yang lebih besar daripada sekedar model consecutive
Revisi UU Sisdiknas ini juga, kata Unifah, belum menjawab masalah utama guru, yaitu fragmentasi aturan yang membuat tata kelola guru karut marut. Pendekatan omnibus law dengan menyatukan UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen dan UU Perguruan Tinggi sama sekali tidak mencukupi untuk mengatur tata kelola guru yang selama ini diabaikan.
"Ini mengakibatkan guru semakin termarginalisasi baik dari segi profesionalisme maupun kesejahteraan,” tandas Unifah.
Sebelumnya, Konsorsium Pendidikan Indonesia (KoPI) meminta pembahasan revisi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdikdnas) yang diinisiasi Kemendikbudristek ini agar ditunda. KoPI merupakan perkumpulan yang terdiri dari 12 organisasi profesi, akademisi, dan organisasi kemasyarakatan yang memiliki perhatian terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
Baca juga: 12 Organisasi Pendidikan Minta Pembahasan Revisi UU Sisdiknas Ditunda
Konsorsium Pendidikan Indonesia (KoPI) merupakan perkumpulan organisasi profesi, akademisi, dan organisasi kemasyarakatan yang memiliki perhatian terhadap dunia pendidikan di Indonesia. KoPI beranggotakan 12 organisasi pendidikan, yaitu: Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdatul Ulama (LP Maarif NU), Majelis Pendidikan Kristen, Majelis Nasional Pendidikan Katolik.
Selain itu juga Perguruan Taman Siswa/Ka BMPS, Forum Komunikasi Penyelenggara Kursus dan Pelatihan (FKLKP), Perkumpulan Perguruan Tinggi Kependidikan Negeri (PPTKN), Forum Penyelenggara Pendidikan Tenaga Kependidikan Swasta Indonesia, Forum Komunikasi Pimpinan FKIP Negeri Se-Indonesia, dan Forum Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News