Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia, David J Tjandra sebagai salah satu perwakilan KoPI mengatakan, bahwa pembahasan Revisi UU Sisdiknas dilakukan dengan tergesa-gesa dan prosesnya patut dipertanyakan. Terutama tahapan RUU Sisdiknas dibuat mendahului peta jalan pendidikan nasional juga menjadi persoalan tersendiri.
Pembahasan yang tergesa-gesa terhadap sebuah produk hukum utama yang akan menjadi rujukan penting akan berisiko menghasilkan produk hukum yang cacat proses dan kurang legitimasi masyarakat. "Apalagi dibuat tanpa menyepakati arah yang jelas akan dibawa ke mana pendidikan kita," kata David dalam siaran pers KoPI, Rabu, 23 Februari 2022.
RUU sisdiknas ini, kata David, perlu dikaji secara komprehensif dan mendalam dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan supaya dapat menjawab permasalahan yang ada di lapangan dan tantangan pendidikan di masa depan.
Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Unifah Rosyidi menambahkan, bahwa pembahasan revisi UU Sisdinkas ini juga dilakukan dengan tidak terbuka secara penuh. Sehingga tidak setiap pemangku kepentingan mendapatkan akses yang penuh terhadap dokumen dan diberikan waktu yang terlalu singkat untuk mempelajari dan memberikan umpan balik terhadap substansi dokumen penting ini.
"Kompleksitas pendidikan nasional terutama terkait tata kelola guru sangatlah luas dan mendalam dan akan sangat riskan ketika dibahas dan diputuskan dalam waktu yang terlalu singkat," terang Unifah.
Unifah menegaskan, bahwa tata kelola guru perlu pembahasan yang menyeluruh untuk menyelaraskan berbagai peraturan yang ada. Ini karena guru adalah ujung tombak pendidikan di mana porsi kontribusi guru terhadap mutu pendidikan melampaui kualitas luaran pendidikan.
"Tidak pernah terjadi kualitas pendidikan melampaui kualitas guru. Karena itu landasan hukum yang jelas diperlukan dan menjadi prioritas untuk memastikan pengembangan kompetensi dan profesionalisme guru," tegas Unifah.
Menurut Unifah, breeding guru pada pendidikan keguruan perlu dimulai dari sejak awal, tidak bisa dilakukan melalui ‘pembajakan’ di tengah jalan. Ini karena guru memerlukan internalisasi profesi yang sangat baik dan dapat dipertanggungjawabkan sebelum memulai bertugas
Sebagaimana yang berlaku di negara-negara maju, pendidikan keguruan harus berbasis universitas (university based). Untuk itu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) perlu senantiasa hadir dan dikembangkan untuk dapat menghasilkan porsi guru concurrent yang lebih besar daripada sekedar model consecutive
Revisi UU Sisdiknas ini juga, kata Unifah, belum menjawab masalah utama guru, yaitu fragmentasi aturan yang membuat tata kelola guru karut marut. Pendekatan omnibus law dengan menyatukan UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen dan UU Perguruan Tinggi sama sekali tidak mencukupi untuk mengatur tata kelola guru yang selama ini diabaikan.
"Ini mengakibatkan guru semakin termarginalisasi baik dari segi profesionalisme maupun kesejahteraan,” tandas Unifah.
Forum Pengelola Lembaga Kursus dan Pelatihan (FPLKP) Pendidikan Non Formal, Ali Badarudin mengatakan, pendidikan nonformal dan informal sebagai pendidikan sepanjang hayat (life long learning) yang adaftif, up to date, fleksibel dan menjangkau di seluruh pelosok bumi pertiwi harus mendapat kesetaraan hukum. Selain itu juga kesempatan yang sama dalam sistem pendidikan nasional.
Pengembangan profesionalisme tenaga pendidik di sektor ini pun perlu juga mendapatkan perhatian. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional merupakan hajat dan kepentingan bangsa dalam menunaikan UUD 1945, khususnya pada bagian pembukaan dan pasal 31.
Oleh karena itu perlu dibahas dengan cermat dan seksama. Menurut Ali, RUU Sisdiknas ini mengebiri peran dan kesetaraan hukum jalur Pendidikan Non Formal (PNF).
"Padahal PNF sebagai pendidikan sepanjang hayat sudah terbukti sangat efektif melaksanakan fungsinya sebagai pengganti, penambah dan pelengkap pendidikan formal, hal ini dikarenakan PNF sangat fleksibel, multi entry multi exit, adaptif, responsif dan kekinian yang sangat relevan dengan konsep merdeka belajar," ujar Ali.
Ia juga mengingatkan, agar jangan sampai ada hak warga negara dan kewajiban negara atau pemerintah yang tidak tertunaikan terkait dengan pendidikan. UU Sisdiknas adalah payung hukum tertinggi pikiran normatif dan praktik pendidikan di wilayah yurisprudensi NKRI.
UU Sisdiknas yang baru nanti harus visioner namun tidak meninggalkan sejarah dan praktik baik
antropologi pendidikan masyarakat bangsa Indonesia. "UU Sisdiknas yang baru tidak boleh dibangun seolah-olah Indonesia adalah ruang kosong yang boleh didirikan bangunan apa saja di atasnya," terangnya.
Filsafat Pancasila yang sosialis harus menjadi landasan utama pemikiran yang dituangkan dalam setiap pasal dan ayat pada UU Sisdiknas tersebut. UU Sisdiknas ini sebaiknya hanya mengatur tetang hal-hal pokok tentang pendidikan saja, sedangkan hal-hal teknis operasional diatur pada tingkat perundangan di bawahnya mulai dari peraturan pemerintah ke bawah.
Misalnya yang terkait tata kelola guru dan dosen, serta sebutan pendidikan/tenaga kependidikan lainnya, tentang belajar jarak jauh, tentang pendidikan berbasis big-data, tentang pembiayaan
pendidikan di tingkat pemerintah dan satuan, dan seterusnya.
"Dengan demikian, pembahasan RUU Sisdiknas yang sedang belangsung perlu ditunda agar tidak menghasilkan produk hukum yang cacat prosedur dan potensial menghasilkan produk hukum yang problematik," tegasnya.
Konsorsium Pendidikan Indonesia (KoPI) merupakan perkumpulan organisasi profesi, akademisi, dan organisasi kemasyarakatan yang memiliki perhatian terhadap dunia pendidikan di Indonesia. KoPI beranggotakan dua belas organisasi pendidikan, yaitu: Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdatul Ulama (LP Maarif NU), Majelis Pendidikan Kristen, Majelis Nasional Pendidikan Katolik.
Baca juga: FSGI Tolak Kemendikbudristek Usik Pasal Kode Etik Guru di Revisi UU Sisdiknas
Selain itu juga Perguruan Taman Siswa/Ka BMPS, Forum Komunikasi Penyelenggara Kursus dan Pelatihan (FKLKP), Perkumpulan Perguruan Tinggi Kependidikan Negeri (PPTKN), Forum Penyelenggara Pendidikan Tenaga Kependidikan Swasta Indonesia, Forum Komunikasi Pimpinan FKIP Negeri Se-Indonesia, dan Forum Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News