Jakarta: Pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengenai
caleg terpilih tidak harus mundur bila ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 dikritik. Pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini menduga aturan itu sebagai sebuah pesanan.
"Jangan sampai pernyataan Ketua KPU tersebut merupakan pesanan dari caleg terpilih DPR dan DPD yang maju pilkada 2024," ujar Titi kepada
Medcom.id, Sabtu, 11 Mei 2024.
Titi menilai caleg terpilih tersebut ogah kehilangan kursinya apabila gagal dalam pilkada. Ia khawatir persoalan ini merusak sistem hukum di Indonesia.
"Kalau itu sampai terjadi, maka hukum telah dimanipulasi dan direkayasa untuk kepentingan pribadi segelintir orang," jelasnya.
Titi menjelaskan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 12/PUU-XXII/2024 telah mengatur bahwa KPU mewajibkan caleg terpilih membuat surat bersedia mengundurkan diri jika maju sebagai kepala daerah. Aturan dikeluarkan agar tidak ada irisan antara status anggota dewan dengan status calon kepala daerah.
"Anggota DPR dan DPD hasil Pileg 2024 yang dilantik 1 Oktober 2024 harus dilakukan pergantian antar waktu (PAW) sebagai anggota DPR dan DPD akibat konsekuensi Pertimbangan Hukum Putusan MK," pungkasnya.
Ketua
KPU Hasyim Asy'ari mengatakan caleg terpilih dalam Pemilu 2024 tidak perlu mengundurkan diri. Apabil ambil bagian di Pilkada Serentak 2024.
"Tidak wajib mundur dari jabatan. Kan belum dilantik dan menjabat, mundur dari jabatan apa?" kata Hasyim dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, 10 Mei 2024.
Dia menjelaskan caleg terpilih yang wajib mundur dari jabatannya adalah anggota DPR/DPD/DPRD untuk jajaran provinsi/kabupaten/kota Pemilu 2019 dan kembali terpilih dalam Pemilu 2024.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ADN))