Jakarta: Wakil Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional (PAN) Faldo Maldini mempertanyakan komitmen calon presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto. Pasalnya, ia sebagai anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) selama ini sulit untuk bertemu dan berkomunikasi dengan mantan Danjen Kopassus itu.
"Kita buat bertemu mendengar arahan beliau saja sudah tidak pernah. Jangan-jangan Pak Prabowo sudah tidak di BPN juga. Kita menunggu itu sih," kata Faldo sat dihubungi wartawan, Rabu 19 Juni 2019.
Ia mengakui jarang hadir dalam rapat di BPN. Alasannya, tidak ada arahan langsung dari Prabowo. Dia menolak ketidakhadiran dalam rapat dikaitkan dengan pernyataannya yang menyebut Prabowo-Sandi tidak akan menang di Mahkamah Konstitusi.
"Tanggapan beliau tidak ada hubungan sama isi video saya. Lebih baik, Bang Andre (Rosiade) jelaskan komitmen Pak Prabowo sampai mana kepada BPN," jelas Faldo.
Faldo sebelumnya menganalisa peluang menang Prabowo-Sandi di MK. Dalam video berjudul 'Prabowo Tidak Akan Menang Pemilu di MK' diunggah ke akun youtube dan twitter pribadi Faldo.
"Di video kali ini gua akan menjelaskan tentang peluang Pak Prabowo di MK dan menurut gua Prabowo-Sandi enggak akan menang pemilu di Mahkamah Konstitusi," kata Faldo mengawali videonya.
Dalam video tersebut, Faldo mengalkulasikan legal formal kuantitatif kekalahan Prabowo-Sandi sebesar 17 juta suara. Dengan dalil adanya kecurangan di Pilpres, Prabowo-Sandi harus bisa membuktikan setidaknya setengah dari selisih suara dari pasangan Jokowi-Ma'ruf.
"Dari 17 juta, 50 persen, lo bagi dua aja misalnya, butuh 8,5 (juta). Berarti kan setidaknya lo butuh 9 juta dong bahwa ada potensi kecurangan dalam hasil penghitungan, yang itu dibuktikan dengan C1 asli yang dimiliki oleh saksi," jelas Fadli.
Artinya dari 9 juta suara itu jika dibagi minimal per TPS ada 250 pemilih, sekitar 30-36 ribu TPS Prabowo-Sandi menang 100 persen. Bila kemenangan tidak mencapai 100 persen, lebih banyak jumlah TPS yang harus dibuktikan adanya kecurangan.
Ditambah apabila klaim kemenangan itu berkisar di angka 5-10 persen dari selisih suara. Setidaknya dibutuhkan pembuktian kecurangan di 200 ribu TPS. Jumlah itu hampir setara dengan jumlah keseluruhan TPS di Pulau Jawa.
"Jadi untuk membuktikan bukti 200 ribu TPS, C1-nya itu, itu berat banget sih," ucap Faldo.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AZF))