Jakarta: Pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH), Emrus Sihombing, meminta Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi untuk membuktikan klaim kemenangan 62 persen pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno berdasarkan hitungan
real count internal.
"Mereka (BPN) harus menjelaskan metodologinya, beberkan bukti dan faktanya. Jika itu
real count, dari berapa persen daerah yang sudah dilakukan perhitungan itu harus dibuktikan," kata Emrus seperti dilansir
Antara, Jumat, 19 April 2019.
Pernyataan Emrus itu menanggapi deklarasi kemenangan yang disampaikan capres 02 Prabowo Subianto, Kamis, 18 April kemarin. Prabowo mendeklarasikan diri bersama pasangannya, Sandiaga, sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI 2019-2024 berdasarkan penghitungan real count internal BPN.
Prabowo mengklaim telah mengantongi lebih dari 62 persen. Ketua Umum Partai Gerindra itu memberikan pernyataan dengan membaca teks yang sudah disiapkan. Sementara wakilnya, Sandiaga, yang berdiri di samping kirinya tampak lebih banyak tertunduk.
Emrus menjelaskan, jika klaim Prabowo itu merujuk pada hasil real count internal, Prabowo-Sandi baru menang di TPS atau daerah yang menjadi objek penghitungan mereka. Tidak logis jika Prabowo mengklaim menang dengan hanya berbekal hasil
real count sebagian.
"(
Real count internal) itu tidak bisa disamakan dengan quick count lembaga survei," kata Emrus.
Hitung cepat lembaga survei, kata Emrus, bisa dipertanggungjawabkan secara statistik, sebab menggunakan metodologi terukur, sampel yang digunakan juga representatif, dan memiliki keterwakilan dengan populasi.
"Dan
quick count ini sudah teruji di dunia," tegasnya.
Menyoal komentar Prabowo yang lagi-lagi menyebut banyaknya kecurangan dalam Pemilihan Umum, Emrus menyarankan Prabowo dan BPN untuk menempuh jalur hukum sambil membawa bukti-bukti, data, dan fakta.
"Kalau mengatakan ada dugaan kecurangan itu harusnya mereka punya bukti. Sampaikan saja ke Bawaslu. Nanti Bawaslu akan berkoordinasi dengan penegak hukum jika memang ditemukan ada tindak pidana," tutup Emrus.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Charta Politik, Yunarto Wijaya, menanggapi enteng deklarasi kemenangan Prabowo. Toto, sapaan akrabnya, hanya menyoroti sebuah surat survei yang memenangkan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno, yang dianggapnya memiliki sejumlah kejanggalan.
Dalam surat survei itu terdapat beberapa salah ketik yakni 'Exit Pool' seharusnya 'Exit Poll', 'Sampling Randon' seharusnya 'Random', 'Marjin' seharusnya 'Margin' dan 'Kontenstansi' seharusnya "Kontestasi'.
Tak hanya itu, tanggal yang tercantum dalam survei yang konon dibuat Lembaga Afiliasi Pengetahuan Ilmu dan Teknologi (Lapitek) Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI) itu juga tertanggal 17 April 2018.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((MBM))