Jakarta: Wacana menduetkan
Anies Baswedan dan
Ganjar Pranowo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dinilai skenario blunder.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menjelaskan ada beberapa hal yang membuat duet tersebut sangat sulit untuk diwujudkan.
1. Pendukung Anies dan Ganjar berbeda dan berlawanan
Alasan pertama, ada kondisi di publik yang perlu diperhatikan bila memasangkan kedua figur itu. "Jadi, kalau ada yang berupaya menduetkan Ganjar dan Anies, hal itu hanya skenario blunder. Pihak yang ingin menduetkan itu tampaknya kurang memahami realitas pemilih Ganjar dan Anies," kata Jamiluddin Ritonga.
Jamiluddin menuturkan meskipun Anies dan Ganjar selalu masuk tiga besar dalam setiap survei, tetapi belum tentu akan tetap tinggi bila dipasangkan. Ia menyoroti Ganjar dan Anies yang memiliki pendukung berbeda dan berlawanan.
2. Berpotensi ditinggal pemilih
Perbedaan karakter dari masing-masing pendukung justru akan memicu keduanya ditinggalkan oleh pendukung.
"Pendukung Ganjar dan Anies itu seperti minyak dan air. Karena itu, kedua pendukung itu sangat sulit disatukan. Jadi, pendukung Ganjar dan Anies sangat potensial untuk saling meniadakan. Karena itu, kalau Ganjar dan Anies diduetkan, sangat berpeluang para pendukungnya justru tidak akan memilihnya," ujar Jamiluddin.
Ia menilai hal itu berpotensi terjadi karena pendukung Ganjar akan sulit memilih pasangan karena anti Anies. Sebaliknya, pendukung Anies juga berpeluang besar tidak memilihnya karena anti Ganjar.
"Karena itu, kalau Ganjar dan Anies diduetkan justru berpeluang elektabilitasnya menjadi turun. Pendukung Ganjar dan Anies bisa jadi justru lari memilih Prabowo Subianto atau golput," ucap Jamiluddin.
3. Pihak yang menduetkan hanya berhitung matematis
Jamiluddin mengungkapkan, pihak yang menduetkan Anies dan Ganjar terlalu berpikir matematis dengan mengkalkulasikan elektabilitas Ganjar dan Anies.
"Ini sama saja menggunakan kacamata kuda dalam politik. Padahal berpikir demikian justru membuat nilai jual Ganjar dan Anies akan turun," kata Jamiluddin.
Wacana duet keduanya muncul usai pernyataan dari Ketua DPP PDIP Said Abdullah yang membayangkan Anies dan Ganjar bisa bersatu. Hal ini merespons survei Litbang Kompas pada simulasi dua capres atau head to head.
"Apalagi jika keduanya bisa bergabung menjadi satu kekuatan, tentu akan makin bagus buat masa depan kepemimpinan nasional kita kedepan, sama sama masih muda, cerdas, dan enerjik," kata Said.
Pada hasil survei tersebut elektabilitas Ganjar per Agustus 2023 mencapai 60,1 persen dan Anies 39,9 persen. Sementara itu dalam head to head dengan Prabowo, elektabilitas Ganjar kalah tipis.
Ganjar mendapat 47,1 persen dan Prabowo 52,9 persen. Prabowo tercatat juga unggul dalam head to head dengan Anies, yakni masing-masing 65,2 persen dan 34,8 persen.
Survei Litbang Kompas dilakukan pada 27 Juli-7 Agustus 2023 dengan melibatkan 1.364 responden yang dipilih secara acak. Jajak pendapat itu menggunakan metode pencuplikan sistematis bertingkat di 38 provinsi di Indonesia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((PRI))