Jakarta: Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto berkampanye hingga menggebrak-gebrak podium di Yogyakarta. Hal tersebut juga dinilai sebagai spontanitas Prabowo yang merasa nyaman berkomunikasi dengan gaya seperti itu di hadapan audiens.
"Beliau itu kan orator, jadi enggak dibuat-buat, enggak direncanakan mau gebrak-gebrak, itu tidak direncanakan. Itu bagian dari sebuah dinamika panggung," kata anggota Dewan Pengarah Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Fadli Zon, Selasa, 10 April 2019.
Fadli yang juga Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra bahkan mengklaim gaya Prabowo itu selevel dengan gaya orasi Presiden pertama RI Soekarno."Gaya Prabowo ini saya kira sudah selevel dengan gayanya Bung Karno, tanpa teks lagi. Bung Karno luar biasa hebatnya.”
Fadli pun menolak anggapan yang mengidentikkan Prabowo sebagai pemberang. Prabowo, menurut dia, hanya responsif terhadap apa yang terjadi di sekelilingnya.
Prabowo menggebrak podium saat berorasi di Stadion Kridosono, Yogyakarta, Senin, 8 April 2019. Saat itu, dia berpidato menyoal netralitas TNI dan Polri.
Dari video yang sempat viral di media sosial terlihat sebelum menggebrak-gebrak podium, Prabowo berpesan kepada tentara dan polisi yang masih aktif agar netral. Ia berharap aparat tidak mengabdi kepada segelintir orang, apalagi antek asing.
Dalam orasi itu, saat menggambarkan kondisi Tanah Air, Prabowo juga menyebut 'Ibu Pertiwi sedang diperkosa'. Pelakunya, menurut Prabowo, segelintir elite di Jakarta yang disebutnya 'bajingan-bajingan'.
Merugikan
Pakar psikologi politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, menilai orasi Prabowo di Yogyakarta menunjukkan sikap emosional. Hal itu akan merugikan Prabowo sendiri lantaran berpengaruh terhadap pandangan pemilih yang belum memutuskan.
Baca: Amarah Prabowo Meruntuhkan Martabat Pemimpin
Hamdi menambahkan pemilih bimbang itu akan melihat kepribadian calon pemimpin. Menurut dia, salah satu faktor untuk memilih ialah kemampuan calon pemimpin tersebut dalam mengendalikan emosi dan menghindari kekerasan verbal.
Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Amin, Ace Hasan Syadzili, menilai sikap dan kata-kata kasar Prabowo di depan publik adalah bentuk kekerasan verbal. Hal itu berpotensi untuk ditiru para pendukungnya. Ia juga menilai kekerasan verbal merupakan penghancur optimisme yang justru dibutuhkan bangsa ini untuk terus bertumbuh.
Bukan hanya dalam konteks pilpres, psikolog Liza Marielly Djaprie mengatakan kekerasan verbal beririsan dengan kekerasan psikologis yang dampaknya lebih buruk daripada kekerasan fisik. "Kekerasan verbal akan membutuhkan waktu cenderung lama melalui terapi dan pendampingan karena sifatnya abstrak," ujar dia
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((OGI))