Jakarta: Banyaknya petugas KPPS yang meninggal usai Pemilu Serentak 2019 memaksa Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutar otak mencari formula baru. Evaluasi pertama adalah pendistribusian logistik yang terlalu berat.
"Ya (evaluasi logistik) itu nanti kalau sudah selesai tahapan pemilunya," kata Ketua KPU Arief Budiman di kediaman Ketua KPPS yang wafat atas nama Tutung di Tamansari, Jakarta Barat, Jumat, 3 Mei 2019.
Arief sudah mengantongi gambaran formula yang akan menggantikan sistem pemilu saat ini. Namun, dia belum ingin membeberkannya.
"Sekarang kita fokus jalankan tahapan ini sampai selesai," ujar Arief.
Lebih lanjut, Arief mengaku prihatin atas musibah yang menimpa banyak petugas KPPS. Padahal, sebelum melakukan tugas, Arief telah mengimbau para 'pejuang demokrasi' itu untuk tidak memaksakan diri.
Baca juga:
Petugas KPPS Wafat Capai 412 Orang
"Saya sudah sampaikan ke mereka, apabila ada sesuatu yang membahayakan dengan kondisi fisik mereka, mereka harus istirahat dulu. Jangan dipaksakan terus menerus sehingga ada hal buruk yang terjadi. Dan ini saya pikir semua sudah bisa atur ritmenya dengan baik," turur Arief.
Hingga Kamis, 2 Mei 2019, KPU mencatat sebanyak 412 petugas KPPS meninggal dan petugas KPPS yang sakit mencapai 3.529 orang. Mereka tersebar di 34 provinsi di Indonesia.
Arief mengatakan setiap korban pemilu yang meninggal maupun cedera dan sakit akan ditanggung oleh KPU. Setiap santunan akan berbeda-beda sesuai kondisi.
"Pemberian santunan bagi petugas yang meninggal sebesar Rp36 juta, cacat permanen sebesar Rp30 juta, luka berat sebesar Rp16,5 juta dan luka sedang sebesar Rp8,25 juta," kata Arief.
Ia menambahkan, jumlah itu merupakan jumlah maksimal santunan yang diterima berdasarkan ketetapan. Meskipun ada kondisi yang lebih buruk, KPU tidak akan memberikan tambahan.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((MEL))