Jakarta:
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tak boleh ajukan cuti kampanye di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 atau Pemilu 2024. Sebab, Kepala Negara tak memenuhi syarat mengajukan cuti kampanye sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu.
"Pak Jokowi boleh enggak mengajukan cuti? Kalau menurut saya tidak boleh juga," kata Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti dalam fokus group discussion (FGD) virtual bertajuk 'Cawe-cawe Presiden Jokowi, Melanggar Hukum dan Konstitusi UUD 1945', Kamis, 1 Februari 2024.
Aturan kepala negara terkait cut kampanye diatur dalam sejumlah ketentuan di
UU Pemilu. Di antaranya, Pasal 299 UU Pemilu.
Menurut dia, ketentuan yang sempat disampaikan Jokowi untuk menegaskan dirinya boleh
kampanye harus dibaca secara utuh. Seorang presiden boleh mengikuti kampanye jika memenuhi beberapa syarat.
"Pasal 299 yang disebut pak Jokowi memang memberikan hak tetapi 'ketika' nah 'ketikanya' itu, satu ketika presiden petahana seperti Pak Jokowi 2019 atau pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) 2009, ya wajar memang konstitusi membolehkan dua kali nyalon kok," ungkap dia.
Berikut kutipan lengkap Pasal 299 UU Pemilu:
- Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
- Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota Partai Politik mempunyai hak melaksanakan Kampanye.
- Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota Partai Politik dapat melaksanakan Kampanye, apabila yang bersangkutan sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden; anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU; atau pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.
Bivitri kemudian merujuk Pasal 269 ayat (1) UU Pemilu. Beleid tersebut mengatur pelaksana kampanye yang menyebutkan bahwa pengurus partai politik (
parpol) atau gabungan parpol pengusung, orang-seorangan, dan organisasi penyelenggara kegiatan yang ditunjuk oleh peserta pilpres.
Bivitri menuturkan Jokowi boleh berkampanye dengan catatan untuk parpol atau pasangan calon (paslon) yang diusung parpolnya, yaitu PDI Perjuangan. Dia menyebut Jokowi seolah berkampanye untuk Paslon
Pilpres 2024 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (
Prabowo-Gibran), bukan berkampanye untuk
PDI Perjuangan atau paslon yang diusung.
"Bahwa ada pelaksanaan kampanye pilpres itu Pasal 269-nya yang mengatur untuk pengurus parpol. Jadi kalau Pak Jokowi berkampanye untuk Pak Ganjar, resminya Pak Jokowi masih PDIP kan, maka boleh, tapi harus cuti," jelas Bivitri.
Bivitri juga menekankan bahwa membaca UU Pemilu tidak bisa sepotong-sepotong. Sebab, sejumlah aturan di dalamnya berkaitan.
"Memang bacanya rumit, kok naik lagi kok 269? Ya memang begitu membaca UU tidak satu potong saja. Jadi harus dipahami konstruksinya kalau dalam penafsiran hukum namanya penafsiran sistematis," jelas dia.
Ia juga meluruskan soal anggapan keadaan Jokowi dengan Presiden ke-44 Amerika Serikat (AS) Barack Obama boleh berkampanye untuk Hillary Clinton. Bivitri menegaskan bahwa Obama masih satu partai dengan Hillary.
"Jadi kalau ada ahli ilmu politik bilang Obama boleh kok mendukung Hillary, ya boleh karena mereka separtai," ucap dia.
Sebelumnya, Presiden Jokowi kembali menekankan presiden dan wakil presiden boleh berkampanye di pemilihan umum (pemilu). Jokowi menyampaikan itu sambil menunjukkan dua lembar kertas putih yang menjelaskan Pasal 299 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal 299 UU Pemilu menjelaskan aturan presiden dan wakil presiden boleh berkampanye. "Presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye, jelas," ujar Presiden dalam keterangan persnya secara virtual, Jumat, 26 Januari 2024.
Kemudian, Pasal 281 mengatur hal-hal yang tidak boleh digunakan presiden dan wakil presiden saat berkampanye. Khususnya, tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
"Harus memenuhi ketentuan, tidak menggunakan fasilitas dalam jabatan, kecuali fasilitas pengamanan, dan menjalani cuti di luar tanggungan negara," tutur dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ABK))