Jakarta: Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding, menilai pelaksanaan pemilu serentak harus dikaji lagi. Ia mengusulkan pemilu presiden dan pemilu legislatif tidak lagi berbarengan.
"Menurut saya ke depan lebih baik kita buat undang-undang baru yang memisahkan antara pilpres dan pileg," kata Karding di kawasan Kemang, Selasa malam, 23 April 2019.
Karding mengatakan setelah ditelaah, pemilu serentak kali ini nyatanya memakan waktu yang cukup panjang. Terutama, untuk proses persiapan pemilu dan penghitungan suara.
"Petugas terkuras energi dan tenaganya untuk menyiapkan itu," ucap politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Baca juga:
Situng KPU: Prabowo-Sandi Tertinggal Empat Juta Suara
Pertimbangan lainnya, kata dia, pemilu serentak memecah konsentrasi para calon anggota legislatif dan calon presiden maupun wakil presiden. Selain itu, isu yang muncul ke publik juga menjadi sangat beragam.
"Isu sebagai caleg, isu sebagai DPD, dan isu soal presiden. Terlalu banyak masyarakatnya cenderung agak bingung," paparnya.
Pemilu serentak juga dinilai bisa membingungkan pemilih. Terutama, bagi mereka yang sudah lanjut usia. Sebab, bisa ada lima hingga enam surat suara yang harus dicoblos.
"Maka yang terjadi adalah masyarakat yang umur sepuh tidak bisa memilih dengan tepat," ungkapnya.
Pelaksanaan pemilu serentak menjadi sorotan. Wacana pemisahan pemilihan umum (pemilu) nasional dan lokal pun menguat setelah Pemilu serentak 2019. Namun, wacana ini hanya bisa dijalankan dengan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((MEL))