"Dari banyaknya permohonan pemohon, semua ditembak (diajukan). Ibarat pesilat dewa mabuk, mereka tidak fokus termasuk (membahas) ketidaknetralan media," kata Burhanuddin dalam acara Live Event Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2019 Metro TV, Kamis 27 Juni 2019.
Burhanuddin menyebut BPN tidak mampu menjawab pokok pertanyaan yang diajukan Mahkamah Konstitusi (MK). BPN, kata dia, tidak bisa membuktikan apakah ketidaknetralan media yang ditudingkan betul-betul memiliki dampak elektoral.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Ini sulit dibuktikan apalagi tidak ada laporan ke Bawaslu atau Dewan Pers," ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej sepakat dengan pernyataan Burhanuddin. BPN dinilai tidak mampu membuktikan tudingan lantaran tidak fokus menyampaikan dalil gugatan.
"Artinya, mau (mengajukan) 14, 30, bahkan 100 gugatan pun tidak mudah membuktikan selama gugatan tidak fokus. Kualitas pembuktian bakal turun," kata Edward.
Dalam dalilnya, Prabowo-Sandi menyebut ada kecurangan berupa pembatasan dan akses pers tak berimbang antara paslon karena pemilik media condong ke pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Media yang mencoba netral, jelas kubu Prabowo, dihentikan tayangannya.
Dalam masalah akses media ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan Prabowo-Sandi tak bisa menjabarkan keterlibatan KPU di dalamnya. Pemohon juga tak bisa menjelaskan hubungan dalil dengan perolehan suara.
Pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebagai pihak terkait menekankan keseluruhan media arus utama bukanlah milik pemerintah, melainkan perusahaan swasta. Pemohon pun dinilai seharusnya mengadukan masalah ini kepada Dewas Pers.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengaku tidak pernah menerima laporan terkait pembatasan media kepada calon. Bawaslu juga tak mendapatkan temuan adanya pembatasan pers ke paslon.
(NUR)