Jakarta: Aksi 22 Mei yang menolak hasil rekapitulasi suara Pemilu Presiden 2019 niscaya tidak akan terjadi jika para elite memiliki kematangan berdemokrasi. Aksi ini dipicu seruan para elite yang tidak terima dengan hasil Pilpres 2019.
"Tepatnya 22 Mei kemarin adalah proses orang-orang yang baper dan belum siap berdemokrasi," kata Ketua DPP Partai NasDem Willy Aditya kepada wartawan, Jumat, 24 Mei 2019.
Di era demokrasi seperti sekarang ini, kata Willy, kompetisi terbuka harus siap menang dan siap kalah. Demokrasi hasil suara rakyat yang mutlak, bukan suara yang hanya mewakili kelompok tertentu.
Baca juga:
MK: Banyak Bukti Tak Jamin Menang Gugatan
Willy mengatakan Undang-undang telah menyediakan mekanisme penyampaian ketidakpuasan hasil pemilu. Aspirasi turun ke jalan tidak dilarang. Namun, bukan berarti dengan cara-cara anarkistis dan barbar sampai menimbulkan kericuhan.
"Karena elitenya tidak memiliki kultur dan tradisi siap menerima kekalahan. Itu proses kematangan berdemokrasi dari elite kita masih mentah," tegas Willy.
Ia menambahkan pernyataan tak siap menerima kekalahan, bukan ciri khas negara berdemokrasi. Butuh mentalitas siap menerima kekalahan. Sikap kenegarawanan bukan hanya saat menang tetapi juga saat harus menerima kenyataan kalah.
"Begitu dia tahu kalah, dia sudah menyiapkan pidato kekalahan. Di kita enggak ada menyiapkan tradisi pidato kekalahan. Nah, ini mentalitas elite-elite yang sangat kerdil," pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((MEL))