Jakarta: Upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) melanggengkan
politik dinasti dinilai sangat berbahaya. Sebab, politik dinasti merusak demokrasi dan merugikan masyarakat.
"Apa yang bisa diharapkan kalau kemudian politik dinasti menguasai negeri? Tidak ada yang bisa kita dapatkan, hanya kerusakan," kata jurnalis Tempo Stefanus Pramono dalam diskusi di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta Pusat, Senin, 5 Februari 2024.
Pram mengatakan politik dinasti dan politisasi bantuan sosial (bansos) merusak demokrasi. Padahal, masyarakat seyogianya perlu mendapat suguhan
demokrasi yang substantif.
"Tapi (yang disuguhkan) minim ide dan demokrasi yang katanya santuy tapi ternyata merusak di mana-mana," papar dia.
Dosen STF Driyarkara Augustinus Setyo Wibowo menekankan pentingnya menjaga iklim demokrasi. Setyo menyebut demokrasi membuat kerusuhan rasial terhadap warga keturunan Tionghoa tidak pernah terjadi sejak 2000 hingga saat ini.
"Dulu tahun 1970-an ada dan 1998 puncaknya kerusuhan rasial China karena politik otoriter. Setelah demokrasi, tidak ada dan ini kenapa kita harus merawat demokrasi," jelas dia.
Selain itu, demokrasi membuat pemisahan antara militer dan polisi. Dampak positifnya, masyarakat yang berdemo akan dikawal polisi.
"Waktu (rezim Presiden) Soeharto, baru rencana demo saja sudah ditangkap. Ini buah-buah yang kita terima berkat demokrasi," ucap dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ADN))