Jakarta: Rekam jejak calon pemimpin dinilai mesti jadi pertimbangan utama masyarakat dalam memilih di Pemilihan Umum (
Pemilu) 2024. Pemegang hak pilih disebut memiliki tanggung jawab moral untuk mengetahui masa lalu kandidat sebelum memilih.
“Justru harus dilakukan, untuk memastikan Indonesia memilih presiden yang paling bersih,” ujar peneliti Imparsial Al Araf dalam diskusi virtual yang diktuip pada Selasa, 5 September 2023.
Salah satu yang menjadi sorotan soal rekam jejak, yakni terkait isu pelanggaran hak asasi manusia (
HAM) dari para kandidat. Menurut Al Araf, isu terkait mesti menjadi sorotan, apalagi banyak aktivis HAM dan orang-orang yang pernah menjadi korban pelanggaran HAM tak ingin hal serupa terulang.
Al Araf menyebut pembeberan terkait pelanggaran HAM kandidat menjadi keharusan. Sebab, kejahatan tersebut serupa dengan korupsi dan pemilih mesti tahu.
"Bahwa para penjahat korupsi dan HAM yang pernah terlibat di masa lalu tidak boleh menjabat posisi strategis apalagi presiden. Hal ini agar tidak terjadi
conflict of interest," ujarnya.
Dia mengatakan hak untuk menolak diperbolehkan. Sehingga, negara dipimpin oleh
clean and good government yang sesuai dengan moralitas.
"Kita sedang menyuarakan moralitas, HAM yang secara penuh dilakukan bukan hanya pemilu dan setelah pemilu serta sepanjang pemerintah belum menuntaskan kasus HAM masa lalu," tegasnya.
Pemilu dianalogikan Al Araf sebagai suatu proses penghukuman wakil rakyat. Kondisi serupa terjadi untuk kandidat
calon presiden.
"Jangan pilih mereka yang pernah terlibat kasus HAM masa lalu, Itu bagian dalam hukum. Sepanjang keadilan belum ada, mereka tidak layak dipilih," ujarnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AZF))