Jakarta: Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah melaksanakan debat kedua Pilpres 2019. Acara yang mempertemukan calon presiden (capres) 01 Joko Widodo dan capres 02 Prabowo Subianto itu mendapatkan beberapa catatan kritis.
Perang adu argumen kedua capres terlaksana di Hotel Sultan, Jakarta Selatan, Minggu, 17 Februari 2019 di Hotel Sultan, Jakarta. Usai penyelenggaraan debat, sejumlah masukan, dan kritik bermunculan dari berbagai pihak.
Mengurangi penonton
Pada pelaksanaan debat kedua, KPU menambah kuota undangan yang hadir di arena lantaran kapasitas ruangan yang lebih besar. Total KPU mengalokasikan 600 kursi undangan, dari 500 orang pada debat pertama.
Dari total 600 undangan, KPU membagi kuota 140 kursi masing-masing kepada kubu pasangan calon (paslon) 01 dan kubu 02. Sisa 320 undangan dialokasikan KPU untuk sejumlah pihak, seperti panelis, akademisi, tokoh nasional mulai dari menteri, kepala lembaga negara, mantan presiden, dan wakil presiden, hingga pemimpin redaksi media masa.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) punya catatan khusus terkait jumlah penonton. Bawaslu meminta agar KPU mengevaluasi kembali jumlah pendukung dalam ruangan.
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menerangkan sebanyak 600 undangan yang hadir cukup signifikan memenuhi ruangan debat. Alhasil, jumlah undangan harus disesuaikan lagi.
"Termasuk juga yel-yel yang dipergunakan. Sepertinya sudah mulai menunjukkan lebih panas daripada sebelumnya," sebut Fritz, Senin, 18 Februari 2019.
Bawaslu ingin moderator ditambah. Mereka tidak hanya memandu debat, tetapi juga mengawasi para pendukung. Harus ada pihak yang memperingatkan penonton agar tak membuat gaduh, termasuk di luar gedung.
"Tapi kalau di dalam gedung, saya melihat masih dibutuhkan peran moderator. Baik yang
off maupun yang
on air untuk bisa meng-
handle massa," sebut Fritz.
Debat tanpa panelis
Sesaat setelah acara debat selesai, Dewan Pertimbangan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga Uno, Fadli Zon, menyarankan KPU tak lagi menggunakan panelis pada debat-debat berikutnya. Dia menilai pertanyaan yang disusun panelis terkesan 'dicanggihkan' padahal tidak terlalu penting.
Fadli lebih menyarankan pertanyaan langsung diajukan para paslon. Moderator juga diminta lebih tegas kepada paslon agar tak membahas isu di luar tema yang sedang dibahas.
"Misalnya (debat) yang akan datang (tema) pendidikan, ya pendidikan. Tak boleh pendidikan ngomong mengenai hukum atau yang lain," jelas Fadli.
Usulan serupa juga diajukan calon wakil presiden (cawapres) 02 Sandiaga Uno. Dia mengusulkan tidak perlu ada lagi pertanyaan dari panelis karena tidak dipahami masyarakat.
Sandi menyampaikannya setelah menonton debat kedua bersama warga Cibonong, Kabupaten Bogor. Menurut dia, calon lebih baik memaparkan visi dan misi. Kemudian, pertanyaan didasarkan pada pengujian visi dan misi calon.
Menanggapi hal itu, KPU dan Bawaslu satu suara menyatakan debat tetap membutuhkan tim panelis untuk menyusun pertanyaan. Selain alasan regulasi, pertanyaan debat yang disusun panelis adalah batasan agar substansi debat fokus terhadap isu-isu yang sedang dibahas.
"Pertanyaan itu kan harus dibatasi. Tema itu yang membatasi dari hal yang menjurus pribadi," kata anggota Bawaslu Rahmat Bagja dihubungi Selasa, 19 Februari 2019.
Sementara itu, Ketua KPU Arief Budiman menggarisbawahi penunjukan panelis dalam debat sudah sesuai regulasi yang ditetapkan. KPU harus berpedoman pada regulasi dalam menyelenggarakan debat.
Serangan pribadi
Jokowi sempat membuka data kepemilikan lahan Prabowo yang mencapai 340 ribu hektare di daerah dalam debat. Sebanyak 220 ribu hektare ada di Kalimantan Timur dan 120 ribu hektare di Aceh Tengah.
Prabowo juga mengamini data ini. Ia menyebut lahan itu berstatus hak guna usaha (HGU) dan bisa setiap saat diambil negara.
Namun, hal itu dipermasalahkan tim kampanye dan pendukung Prabowo-Sandi. Jokowi dinilai melanggar aturan lantaran menyerang pribadi Prabowo. Jokowi dilaporkan ke Bawaslu terkait hal tersebut.
Menganggapi hal itu, Bawaslu mengatakan larangan serangan pribadi dalam debat secara spesifik tidak diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Serangan pribadi yang diatur dalam UU adalah serangan yang terkait isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengatakan terkait polemik 'serangan' capres Jokowi terhadap Prabowo Subianto harus dilihat dalam dua sudut pandang. Ini meliputi etika debat dan UU.
Larangan serangan pribadi hanya terdapat di tata tertib debat yang merupakan kesepakatan antara kedua tim kampanye paslon. Meski demikian, Fritz meminta KPU untuk mendetailkan aturan mengenai serangan pribadi,
"Persiapan debat ketiga perlu ditegaskan kembali apa yang dimaksud dengan menyerang pribadi dan bagaimana hal-hal lain yang terkait dengan proses yang ada di debat ketiga," jelas dia.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menilai presiden Jokowi tidak menyerang pribadi Prabowo Subianto saat debat kedua capres. Pasalnya, masyarakat punya hak untuk tahu aset milik calon pemimpin negara.
"Aset itu kan tidak rahasia, paslon harus diketahui rekam jejaknya. Lagipula relevan dengan konteks tema yang diusung saat debat. Kalau tidak relevan dengan materi debat maka bisa pula dianggap personal," kata Titi di Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa, 19 Februari 2019.
Menurut dia, serangan pribadi berkaitan dengan isu sensitif seperti status perkawinan atau masalah rumah tangga. Sementara itu, membahas harta kekayaan, pekerjaan, dan status khusus (mantan terpidana atau bukan) adalah hak masyarakat untuk tahu.
"Lahan kepemilikan bukan informasi rahasia. Publik perlu tahu rekam jejak seseorang untuk memutuskan apakah mereka betul-betul bisa merealisasikan visi misi yang dijanjikan," jelas dia.
Evaluasi debat kedua
Analis politik Exposit Strategic Arif Susanto menilai secara umum penyelenggaraan teknis debat kedua lebih baik dibanding debat perdana. Format baru yang ditawarkan KPU berupa segmen tarung bebas membuat pelaksanaan debat jauh lebih hidup.
"Para moderator juga tampil lebih luwes dan tenang, tanpa kehilangan ketegasan, audiens lebih antusias, meski para pendukung harusnya lebih tertib. Sedangkan kedua kandidat tampil lebih lepas dan lebih argumentatif," kata Arif di Jakarta, Senin, 18 Februari 2019.
Baca: KPU: Panelis Debat Perintah UU
Namun demikian, dari sisi substansi, pelaksanaan debat kedua dinilai belum menyentuh akar persoalan. Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati menilai kedua calon presiden tidak menguasai atau menghindar pada pembahasan yang bersifat substantif terkait lingkungan.
"Debat kedua ini menjadi cerminan bahwa masih banyak pekerjaan rumah ke depan terkait lingkungan hidup dan sumber daya alam," kata Nur Hidayati di Kantor Walhi, Jakarta, Senin, 18 Februari 2019.
KPU menegaskan pihaknya terbuka menerima catatan dan masukan perihal teknis pelaksanaan debat. Namun, KPU meminta semua masukan disampaikan sesuai mekanisme yang berlaku.
KPU diagendakan akan membahas semua masukan dalam rapat evaluasi dan persiapan pelaksanaan debat ketiga hari ini. "Mudah-mudahan itu (evaluasi debat kedua) bisa membuat debat ketiga lebih menarik lagi," kata Arief Budiman, Selasa, 19 Februari 2019.
KPU merencanakan debat pilpres 2019 digelar lima kali. Debat ketiga giliran cawapres yang akan beradu gagasan, visi, misi, dan program di bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, sosial, dan kebudayaan.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((OGI))