Jakarta: Tim Advokasi dan Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno melaporkan sejumlah lembaga survei ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). Langkah tersebut dinilai memperlihatkan ketidakpaham BPN dalam bidang hukum.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyebut lembaga survei sudah taat hukum. Termasuk menayangkan hasil hitung cepat (
quick count) Pilpres 2019 dua jam setelah pencoblosan di wilayah barat Indonesia.
"Mereka yang menggugat itu tidak tahu hukum. Mereka yang menggugat itu justru menunjukkan kepentingan politiknya karena dukungan pada pasangan calon 02," ujar Hasto di Kantor DPP PDI Perjuangan, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 19 April 2019.
Kata Hasto, lembaga-lembaga survei punya metodologi yang dapat dipertanggungjawabkan. Penanyangan hasil hitung cepat pun sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), terkait pengumuman prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu yang hanya boleh dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat.
"Itu nanti bisa dipertanggungjawabkan dari aspek metodologinya. Untuk menyampaikan
quick count pada pukul 15.00 WIB itu juga sudah sesuai keputusan MK," tegas Hasto.
Baca: Kubu Prabowo Laporkan Sejumlah Lembaga Survei
Sebelumnya, Tim Advokasi dan Hukum BPN Prabowo-Sandi melaporkan sejumlah lembaga survei yang menayangkan hasil hitung cepat Pilpres 2019. Sejumlah lembaga survei yang dilaporkan ke KPU itu memenangkan pasangan calon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Kami dari BPN Prabowo -Sandi khususnya Tim Advokasi dan Hukum ke KPU RI dalam rangka melaporkan beberapa lembaga survei yang selama beberapa hari ini menyiarkan berita yang tidak benar, hoaks, dan bahkan menyesatkan," kata Koordiantor Pelaporan BPN, Djamaluddin Koedoeboen di Gedung KPU, Jakarta, Kamis, 18 April 2019.
Djamaluddin menuding lembaga-lembaga survei yang memenangkan paslon 01 tidak netral dan berpihak. Mereka bahkan menuding lembaga-lembaga survei itu terkesan menjadi timses paslon 01.
BPN mengklaim hasil hitung cepat berbeda dengan kenyataan yang ditemukan di lapangan. Mereka menuding hasil hitung cepat yang dikeluarkan lembaga survei menggiring opini publik.
"Berbagai statement, berbagai gaya yang disampaikan oleh rekan-rekan dari berbagai survei itu seolah-olah telah mengisi otak dan pikiran masyarakat bahwa memang harus mengakui dan membenarkan apa yang disampaikan itu," ujarnya.
Sejumlah lembaga survei yang diadukan BPN ke KPU adalah LSI Denny JA, Indo Barometer, Charta Politika, SMRC, Poltracking, dan VoxPol. Mereka meminta KPU menyangsi lembaga survei tersebut.
"Kami minta secara tegas KPU untuk mencabut kembali segala izin yang diberikan kepada mereka. Kalau bisa memang lembaga survei untuk sementara jangan pernah menyiarkan apa pun lagi untuk mengisi ruang publik," pungkas Djamaluddin.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((YDH))