Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) sempat beradu pendapat mengenai permohonan perlindungan saksi yang diajukan tim kuasa hukum capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Kubu Prabowo meminta agar MK mengajukan surat perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Awalnya Ketua Tim Hukum Prabowo-Sandiaga Bambang Widjojanto mengajukan surat permohonan penambahan saksi dan perlindungan ke majelis hakim. Itu dimohonkan setelah pihaknya berkonsultasi dengan LPSK.
Bambang meminta agar perlindungan saksi tidak hanya di dalam ruang persidangan melainkan juga saat saksi berada di luar persidangan. "Karena itu kami mengajukan surat, semua bergantung pada Mahkamah," kata Bambang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Juni 2019.
Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu juga meminta penambahan saksi dua kali lipat, dari 15 saksi dan dua ahli menjadi 30 saksi dan lima ahli. Bambang mendesak agar majelis mengabulkan permohonan itu.
"Kalau tidak mampu diselesaikan ini bukan masalah mahkamah. Konstruksi hukum kami menjelaskan ada problem dengan aparat penegak hukum kita, saya tidak ingin memperpanjang ini," kata dia.
Hakim anggota Suhartoyo mengatakan, mahkamah tidak bisa mengamini permintaan kubu Prabowo. Pasalnya, majelis ingin menggali kualitas dibanding kuantitas.
"Karena itu mahkamah minta kepada para pihak, walau pun apa yang didalilkan disanggah dan disampaikan. Kami pelajari semua. Nahkan Sabtu Minggu pun kami ada di kantor kami untuk pelajari bukti-bukti itu semua," kata Suhartoyo.
Hakim MK juga tidak bisa mengabulkan permohonan perlindungan saksi oleh LPSK.
Sebab, tidak ada landasan hukum bahwasanya MK memberikan kewenangan itu kepada LPSK.
"Kalau kemudian Pak Bambang membawa persoalan ini kepada apa yang ada pada semangat konstitusi, dalam posisi itu semua orang berhak mendapatkan itu. Tapi tidak serta merta MK dihadapkan harus memerintahkan, karena ketika MK memerintahkan itu landasan yuridisnya banyak dipertanyakan," ujar Suhartoyo.
Berdasarkan informasi yang dihimpun
Medcom.id, Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban di dalamnya dijelaskan bahwa kerangka perlindungan terhadap saksi dan korban terkait dengan suatu proses hukum perkara pidana.
Undang-undang tersebut tidak mengatur perlindungan saksi yang berkaitan dengan proses hukum perdata, semisal di Mahkamah Konstitusi maupun Pegadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Kendati demikian, MK menjamin perlindungan saksi saat berada di gedung dan kawasan MK. Sebab, besok saat saksi hadir, akan ditempatkan di ruang steril.
"Mahkamah bisa beri jaminan keamanan ketika yang bersangkutan ada di ruang sidang atau di sekitar mahkamah," jelas Suhartoyo.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((SCI))