Jakarta: Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat berdebat dengan kuasa hukum Partai Aceh dalam sidang perselisihan hasil pemilu (PHPU) legislatif Provinsi Aceh yang diajukan Partai NasDem. Partai Aceh bertindak sebagai pihak terkait.
Perdebatan berawal saat Arief mengetahui Partai Aceh mengajukan dua saksi untuk satu perkara yang sama. Padahal pihak terkait hanya dijatah satu saksi untuk satu perkara.
"Kan sudah diberitahu, untuk para pemohon tiga saksi maksimal, meskipun dapil (daerah pemilihanya) banyak tetap maksimal tiga saksi, termohon juga tiga, pihak terkait maksimal satu," kata Arief di Gedung MK, Jakarta, Rabu, 24 Juli 2019.
Kuasa hukum Partai Aceh, Sayuti Abubakar, menyebut dalam perkara ini, Partai Aceh menjadi pihak terkait untuk dua daerah pemilihan (dapil), yaitu dapil Bireuen II Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK), dan Dapil V Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA). Dua perkara itu ditangani oleh dua kuasa hukum yang berbeda.
(Baca juga:
Hakim MK Tegaskan Bukti Dokumen Lebih Penting)
"Waktu kami menerima pemberitahuan email itu kan dipisah juga (perkara) DPRA lain, DPRK juga lain," ujar Sayuti.
Arief menyebut Sayuti salah pengertian. Dia menjelaskan perkara yang diajukan Partai NasDem dihitung satu perkara, meski dalam gugatan mempersoalkan perolehan suara di sejumlah dapil.
"Enggak itu Anda salah pengertian. Yang dihitung itu nomor perkaranya," kata Arief.
"Beda yang mulia," jawab Sayuti.
"Lho, yang tentukan itu sini (hakim) atau sana (kuasa hukum)? Pilpres yang luas saja dibatasi saksinya hanya 15. Dapilnya berapa coba? Seluruh Indonesia. Di sana satu perkara 189, yang diperkarakan DPR RI, DPR Provinsi, DPR Kabupaten/Kota saksinya berapa? Tiga itu sudah ditetapkan. Jadi dipilih salah satu," tandas Arief.
Pihak Partai Aceh akhirnya menyerah. Mereka akhirnya mengajukan satu saksi atas nama M Johnny.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))