Jakarta: Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Busyro Muqoddas meminta Presiden Joko Widodo (
Jokowi) untuk memerintahkan putra sulungnya
Gibran Rakabuming Raka mundur sebagai calon wakil presiden (cawapres). Permintaan tersebut didasari oleh putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan seluruh komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI langgar etik.
“Perlu mencari cara dukungan publik memberi dukungan dan tekanan massal supaya Presiden Jokowi mempertimbangkan untuk memerintahkan mundur sebagai (calon wakil) presiden,” tegas Busyro kepada Media Indonesia, Rabu, 7 Februari 2024.
Menurut dia, putusan DKPP tersebut menjadi puncak dari problem etik yang terjadi belakangan ini. Busyro menilai permintaan agar Jokowi memerintahkan anaknya mundur jadi cawapres menjadi satu-satunya cara untuk menyelesaikan problem etik.
“Penyelesaian secara hukum di Indonesia itu hampir mustahil karena Mahkamah Konstitusi sebagai puncak itu pun juga sudah direnggut independency martabatnya oleh pihak-pihak yang terkait dengan keluarga Gibran, lalu sekarang kuncinya ialah problem etik ini harus menjadi agenda seluruh elemen kekuatan masyarakat sipil di kampus atau di luar kampus,” jelas dia.
Busyro meyakini jika menyelesaikan problem etika ini tidak terbatas ruang dan waktu. Ia menerangkan terdapat cara menyelesaikan masalah tersebut dengan kesepakatan tokoh-tokoh masyarakat.
Busyro yakin perjuangan menegakkan etika tidak dibatasi oleh ruang, waktu dan hukum apalagi politik. “Mekanismenya penegakan etika itu bisa disepakati, misalnya dengan pertemuan tokoh-tokoh masyarakat sipil yang memiliki track record yang bagus untuk mengambil keputusan darurat etika kenegaraan yang terjadi sekarang,” ungkapnya.
Putusan DKPP, kata Busyro, semakin meyakinkan jika langkah memerintahkan Gibran mundur tidak akan mengganggu proses pilpres, Meskipun, pilpres tinggal enam hari lagi.
“Pelanggaran etika kalau ini diterus-teruskan akan mengganggu perjalanan bangsa dan lahir kemungkinan potensi presiden yang dipaksa-paksakan secara melanggar etik dan pasangan presiden yang terpilih itu tidak memiliki legitimasi. Artinya sudah mengalami delegitimasi sejak putusan MKMK dan terutama karena putusan DKPP KPU,” tandasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((LDS))