Jakarta: Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis hasil survei elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden pascareuni 212. Hasilnya, Reuni 212 ternyata tidak menggerus elektabilitas pasangan paslon nomor urut 01, Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
"Setelah Reuni 212, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf vs Prabowo-Sandiaga tidak banyak berubah. Jokowi masih unggul di atas 20 persen," demikian hasil survei LSI Denny JA seperti dikutip
Medcom.id, Kamis, 19 Desember 2018.
Elektabilitas Jokowi-Ma'ruf justru megnalami peningkatan pascareuni 212. Pada November 2018, survei LSI menyatakan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf berada di angka 53,2 persen, angka itu meningkat di Desember 2018 menjadi 54,2 persen.
Sebaliknya, LSI mencatat elektabilitas Prabowo-Sandi menurun dari 31,2 persen pada November menjadi 30,6 persen di Desember 2018. Namun begitu, LSI menganggap kedua dinamika ini tidak berpengaruh secara signifikan lantaran masih di bawah angka
margin of error.
Baca juga:
Kiai Ma'ruf Sudah Duga 212 Tak Berdampak Elektoral
LSI mengungkapkan ada lima alasan mengapa reuni 212 tidak berhasil menggerus elektabilitas Jokowi-Ma'ruf. Pertama lantaran mayoritas pemilih yang mengaku suka dengan Reuni 212 sudah memiliki sikap yang tidak dapat dipengaruhi oleh sikap pentolan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab.
Menurut Survei LSI, dari 54,5 persen responden yang mengaku suka dengan Reuni 212, hanya 12,8 persen setuju dengan gagasan NKRI bersyariah seperti yang diserukan Rizieq. Sebanyak 83,2 persen responden tetap sepakat NKRI berdasarkan Pancasila seperti saat ini.
"Selain itu, Rizieq Shihab menyerukan presiden baru, yaitu Prabowo. Tetapi mayoritas pemilih yang suka Reuni 212 masih sedikit lebih banyak yang sudah mempunyai pilihan ke Jokowi, yaitu sebesar 43,6 persen berbanding 40,7 persen yang memilih Prabowo," demikian keterangan LSI.
Alasan kedua, menurut LSI, ada pemilih yang pergi maupun datang ke Prabowo. LSI mencatat pemilih yang mendukung gerakan Persaudaraan Alumni 212 maupun FPI memang lebih banyak jauh lebih banyak memilih Prabowo-Sandi.
Namun dukungan ormas Islam lain seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah tetap lebih banyak mendukung paslon Jokowi-Ma'ruf sebelum maupun sesudah Reuni 212.
Alasan ketiga, kepuasan terhadap kinerja presiden Jokowi juga tidak berubah pascareuni 212. Sebagian besar responden atau sebesar 72,1 persen menyatakan puas dengan kinerja Presiden Jokowi.
Sementara alasan keempat, Ma'ruf Amin sebagai jangkar Jokowi untuk kalangan pemilih muslim. Survei LSI menyatakan sebanyak 65,8 persen pemilih setuju simbol Islam tidak bisa digunakan untuk menggerus dukungan umat muslim ke Jokowi karena calon wakil presiden Jokowi adalah pimpinan ulama.
Adapun alasan terakhir sebagian besar responden sepakat Reuni 212 tidak bisa disamakan dengan Gerakan 212 yang efektif menurunkan elektabilitas mantan gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada saat Pilkada DKI 2017 silam. Sebanyak 74,6 persen responden setuju Reuni 212 tak bisa digunakan untuk menjadikan Jokowi musuh bersama bagi pemilih muslim.
"Gerakan 212 efektif menurunkan elektabilitas Ahok karena isu 'Ahok tersangka dengan tuduhan penistaan agama', sementara Jokowi bukan
common enemy bagi pemilih muslim," demikian keterangan LSI.
Survei LSI ini digelar selama periode 5-12 Desember 2018 dengan jumlah responden awal sebanyak 1.200 orang menggunakan teknik
multistage random sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara tatap muka dan kuesioner dengan
margin of error kurang lebih 2,8 persen.