Jakarta: Migrant Care menemukan banyak
pekerja migran Indonesia hilang hak pilihnya dalam
pemungutan suara ulang (PSU) di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu, 10 Maret 2024. Koordinator Migrant Care Indramayu, Muhammad Santosa, yang memantau langsung jalannya PSU di Kuala Lumpur menuturkan banyak pemilih yang tak bisa mendapatkan haknya.
Ia mencontohkan di kotak suara keliling nomor 33 Sungai Merab, Kajang, Selangor, Malaysia banyak yang daftar pemilih tetapnya tak datang. Para petugas di sana pun mengatakan banyak warga Indonesia yang mau nyoblos tapi tidak ada satupun yang berstatus DPT.
“Teman-teman KPPS bingung. Ketika surat suaranya dibuka itu sesuai DPT sesuai. DPT 44 begitu pun surat suaranya 44 juga. Terus DPT sampai detik ini, belum ada yang datang. Kenapa mereka kok belum datang? Karena DPTnya jauh-jauh dari posisi pencoblosan,” kata Santos kepada Media Indonesia, Senin, 11 Maret 2024.
Artinya, banyak pemilih masuk daftar pemilih khusus (DPK). Jumlah pemilih DPK juga memenuhi KSK dan banyak yang tak kebagian surat suara.
Tak hanya itu, Migrant Care menemukan adanya pemborosan lebih dari Rp15,6 miliar dalam PSU di Kuala Lumpur, Malaysia. Koordinator Staf Pengelolaan Data dan Publikasi Migrant Care Trisna Dwi Yuni Aresta mengatakan pemborosan itu berasal dari anggaran yang digunakan untuk pengiriman logistik surat suara via pos.
“Sekitar Rp15,6 miliar anggaran dalam pengiriman surat suara pada metode pos digunakan, namun berujung pada PSU dikarenakan pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara,” ungkap Trisna.
Trisna menyebut, adanya penciutan DPT dalam PSU di Kuala Lumpur. DPT di Kuala Lumpur awalnya tercatat 491.152 orang, namun kenyataannya DPT dalam PSU di Kuala Lumpur tersebut dilaporkan hanya mencapai 62.217 atau hanya 13,90 persen. Padahal, DPT di Kuala Lumpur merupakan DPT terbanyak pertama dibanding negara-negara lain.
“Kenapa ini menyusut. Jika kemarin berdasarkan yang disampaikan oleh Pak Rachmat Bagja, ternyata yang berhasil dimutakhirkan datanya oleh KPU adalah sekitar 68 ribu atau sekitar 16 persen. Namun kami juga masih menanyakan kenapa penyusutan itu terjadi begitu banyak. Kalau memang berdasarkan dari data pemutakhiran ada memang selisih yang cukup besar antara 68 ribu dengan 62 ribu,” ujar dia. (Yakub Pryatama Wijayaatmaja)
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((END))