Jakarta: Masyarakat diminta mewanti-wanti menguatnya paham militerime. Yakni, kondisi seperti era Orde Baru yang mengandalkan kekuatan militer.
"Di masa itu, diktatur militer begitu kuat dan mencengkeram kebebasan sipil. Bahkan tidak sedikit aktivis demokrasi yang meregang nyawa untuk menyuarakan dan memperjuangkan kebebasan sipil itu," kata pengamat militer dari Centra Initiative, Al Araf, dalam keterangan yang dikutip Minggu, 10 Desember 2023.
Hal tersebut diungkap Al Araf dalam diskusi sekaligus peluncuran buku di Jakarta Selatan. Menurut Al Araf, potensi penguatan itu muncul bersamaan dengan pencalonan
Prabowo Subianto di
Pemilu 2024.
Prabowo, kata dia, memiliki riwayat militer yang kental sejak dahulu. Al Araf meyakini bukan tidak mungkin paham militerisme dikedepankan jika Prabowo terpilih.
Menurut dia, situasi ini menjadi sinyal bagi semua pihak. Bahwa, ada ancaman terhadap reformasi yang diperjuangkan usai runtuhnya pemerintahan Soeharto.
"Salah satu semangat reformasi adalah memisahkan peran TNI (dwi fungsi) untuk kembali kepada fungsi utamanya, yaitu pertahanan," kata Al Araf.
Dia menyebut potensi menguatnya paham militerisme mulai nampak. Salah satunya, penambahan komando daerah militer (kodam) di 38 provinsi.
Al Araf menyebut penambahan itu tak memiliki urgensi. Sehingga, dia mengajak seluruh pihak merapatkan barisan, khususnya elemen masyarakat sipil.
"Sebab saat ini, semangat reformasi 98, bukan hanya tercederai, tetapi berpotensi mati, bahkan terbatasnya iklim kebebasan berdemokrasi nantinya akan jauh lebih sulit dari masa Suharto dulu," kata Al Araf.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ADN))