Yogyakarta: Calon wakil presiden (Cawapres) nomor urut 1, Muhaimin Iskandar (Cak Imin) menyatakan Indonesia
membutuhkan pola pembangunan antargenerasi. Ia menilai pola pembangunan yang dijalankan pemerintah berkuasa saat ini tak memerhatikan generasi berikutnya.
"Untuk itu AMIN mengusung
tag line perubahan yang harus kita lakukan adalah perubahan yang memberikan keadilan antargenerasi," kata Cak Imin dalam kampanye terbuka di Purawisata Kota Yogyakarta, Senin, 29 Januari 2024.
Ia mengatakan perubahan merupakan hal yang tak bisa ditunda. Sudah ada berbagai fakta mencolok yang mengharuskan dilakukan perubahan.
"Perubahan tak bisa ditelatkan. Semakin hari semakin nyata. Berbagai kerusakan terus dilakukan, bagaimana kita saksikan rusaknya alam raya karena kerusakan segelintir orang," kata dia.
Cak Imin menyebut penambangan nikel dilakukan habis-habisan dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, eksplorasi bersar-besaran itu membuat harga nikel anjlok.
"Saking banyaknya diekspor harganya ambles. Enggak sabar. Sabar dong. Karena pembangunan butuh keadilan. Jangan kamu memerkosa alam. Pembangunan butuh keadilan, keadilan antargenerasi.
Anak putu dipikirke (cucu dipikirkan)," katanya.
Hasil analisisnya, kata Cak Imin, tambang nikel di Indonesia tinggal 15 tahun ke depan. Ia menyebut hal ini berisiko banyak hal.
"
Nek wis diangkut metu kabeh (kalau sudah diekspor semua), suatu hari kita butuh nikel justru kita
mengimpor nikel kita sendiri dari negara lain. Itu namanya mudarat (membahayakan)," ujarnya.
Ia juga menyebut pembangunan saat ini harus mempertimbangkan keadilan ekologis. Ia merujuk pada kerusakan alam dampak berbagai pembangunan di tanah air. Kerusakan itu terjadi di darat dan di air.
"Keadilan ekologis ini ngeri. Apalagi di depan kita sudah ada krisis iklim. Kalau AMIN menang, kita lakukan evaluasi total agar masa depan bangsa dan anak cucu kita justru terjamin selamanya. Inilah yang disebut kesabaran di dalam menata," jelasnya.
Cak Imin menambahkan penambangan sumber daya alam yang masif tak memberikan keuntungan besar pada negara. Ia menyebut keuntungan besar hanya dinikmati sekelompok orang.
"Kata Pak Tom Lembong, yang masuk (ke keuangan negara) cuma sedikit, bos.
Sing untung negara liyo (yang untung negara lain). Karena itu kita lakukan perubahan. Sampaikan kepada seluruh masyarakat Jogja tergantung perubahan yang terjadi," tuturnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((MEL))