Jakarta: Wakil Ketua
Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) Pranomo Ubeid Tanthowi mendorong penyelenggara pemilu untuk memastikan penyandang disabilitas dapat menggunakan hak suaranya pada
Pemilu 2024. Meski secara prosentase kecil, jumlah pemilih difabel memiliki hak yang setara dengan warga negara lainnya.
"Kalau kita lihat prosentasenya memang kecil, tapi kalau kita lihat jumlahnya jadi 1 juta orang, itu besar," kata Pramono dalam diskusi daring bertajuk 'Pemilu yang Ramah HAM, Apa Syaratnya?', Rabu, 5 Juli 2023.
Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI itu menyebut salah satu tantangan yang dihadapi pemilih disabilitas terdapat saat proses pendataan. Penyelenggara pemilu, lanjutnya, kerap kesulitan mendata pemilih difabel karena cenderung ditutupi keluarga. Sehingga, penyandang disabilitas tidak dapat menggunakan hak suaranya.
Pramono juga mendorong petugas di tempat pemungutan suara (TPS) untuk memberikan pelayanan yang ramah bagi pemilih difabel. Hal senada disampaikan staf Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel, Ajiwan Arief. Selain pendataan, ia menyoroti TPS yang tidak aksesibel kepada penyandang disabilitas.
"Saya melihat sejumlah persoalan dari mulai pendataan, TPS yang kurang aksesibel, petugas pemilihan yang belum punya kapasitas berkomunikasi dengan difabel," jelasnya.
Terpisah, anggota merangkap Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI Betty Epsilon Idroos menyebut bahwa pemilih difabel yang tercatat dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 mencapai 1.101.178 jiwa. Angka itu hanya 0,54 persen dari 204.807.222 total pemilih.
Ia mengakui masih ada keluarga yang menutupi anggota keluarga difabel saat proses pencocokan dan penelitian atau coklit guna penyusunan DPT. Padahal, data pemilih difabel dibutuhkan KPU untuk memudahkan pelayanan di TPS saat hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024 mendatang.
KPU antara lain akan menyediakan TPS yang tidak bertangga-tangga jika terdapat pemilih disabilitas fisik. Selain itu, kertas suara dengan huruf braile juga disediakan bagi pemilih tuna netra. Kendati demikian, KPU juga memperbolehkan pemilih berkebutuhan khusus didampingi orang lain saat mencoblos.
"Siapa pun yang butuh pendampingan, apakah dia tuna netra atau mungkin orang tua yang tangannya tremor, mau bawa anaknya, itu boleh. Dan pendamping harus mengisi form," jelas Betty saat ditemui di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((END))