Jakarta: Wakil Ketua Komisi Nasional (Komnas)
Perempuan, Olivia Salampessy, membeberkan penyebab keterwakilan perempuan di lembaga legislatif tak menunjukkan peningkatan berarti atau belum memenuhi ketentuan afirmasi 30 persen. Padahal, dari pemilu ke pemilu, imbauan memilih
caleg perempuan terus digaungkan, bahkan ada gerakan perempuan ayo pilih perempuan.
Olivia menilai upaya itu belum memberikan hasil yang maksimal. Menurut dia, banyak perempuan tidak terpilih karena diduga suara dukungannya tidak terakomodasi dengan baik.
“Di wilayah 3T misalkan perempuan rentan kehilangan suaranya. Suara perempuan banyak di situ sudah melaut istilahnya, ada juga istilahnya peristiwa kalau TPS melaut,” ujar Olivia dalam diskusi ‘Mewaspadai Potensi Kekerasan terhadap Perempuan dalam
Pemilu 2024’,” Senin, 5 Februari 2024.
Olivia menilai bisa saja suara yang mendukung caleg perempuan lenyap tiba-tiba selama masa penghitungan suara. Alasan lainnya, kata Olivia, masih banyaknya perempuan yang bingung dengan tata cara mencoblos di tempat pemungutan suara (TPS).
“Perempuan itu sudah masuk TPS suka bingung. Saya salah nyoblos lah, jadi dua, jadinya gak sah. Banyak faktor perempuan tak terpilih,” ucap dia.
Narasi Sexism
Sementara itu, pakar hukum kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan banyak caleg perempuan yang belum mempromosikan visi misinya dalam berkampanye. Alih-alih mencari dukungan lewat visi misi, para caleg justru mempromosikan menggunakan narasi
sexism, seperti maju bersama mamah semok atau pilih mamah muda.
“Hal yang tak edukatif justru melanggengkan pemilu kita. Ini jadi tantangan, apalagi hanya kampanye 75 hari, membuat hal-hal itu jadi tidak ideal,” kata Titi.
Titi menuturkan para pemilih seakan tidak pernah dibawa para calegnya agar fokus ke substansi yang akan dilakukan jika nanti lolos ke parlemen.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AZF))