Jakarta: Pengamat Politik Djayadi Hanan menyayangkan dua bulan kampanye Pilpres 2019 berjalan belum ada isu substantif yang dikeluarkan. Kampanye malah lebih banyak diisi oleh gimik politik.
"Saya lihat paling tidak selama hampir dua bulan masa kampanye, faktor gimik yang lebih banyak keluar," kata Djayadi di kawasan Sudirman, Jakarta, Senin, 12 November 2018.
Djayadi memaparkan ada dua gaya komunikasi dalam politik, yaitu komunikasi yang mengedepankan susbtansi dan komunikasi yang mengedepankan gimik.
Gaya komunikasi politik yang substantif mengedepankan ide dan gagasan untuk mencerahkan masyarakat pemilih. Sebaliknya, gaya komunikasi yang mengedepankan gimik terjadi karena lebih karena faktor emosional.
"Keduanya harus dipadukan dengan proporsional," tutur dia.
(Baca juga:
Awal Masa Kampanye Dinilai Mengecewakan)
Djayadi menilai ada beberapa faktor yang menyebabkan masa kampanye lebih banyak diisi oleh gimik politik. Dia menduga ide dan gagasan pasangan capres dan cawapres saat ini belum terkomunikasikan dengan baik, sehingga yang lebih banyak muncul ke permukaan adalah isu-isu yang tidak substansial.
"Bagaimana pun yang publik dengar adalah pernyataan-pernyataan sampai ke media, tidak langsung dari kandidat. Kenapa susbstansi tidak muncul? Bisa jadi cara mengomunikasikannya tidak menarik. Ada satu survei yang mengatakan bahwa hanya 15 persen masyarakat tahu visi misi capres. Itu berarti masyarakat tidak tahu secara substantif apa yang mereka (capres) perjuangkan," tutur dia.
Djayadi menyebut gimik politik memang tidak diharamkan dalam kontestasi, namun sebaiknya tidak mendominasi masa kampanye, "karena kita berharap pilpres harus jadi arena adu solusi, adu gagasan, bagaimana menyelesaikan problem-problem Indonesia ke depan," kata dia.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))