Jakarta: Pemerintah berupaya untuk meningkatkan penjualan mobil listrik di Tanah Air melalui sejumlah insentif yang ditawarkan. Bagi konsumen yang ingin membeli mobil listrik, sebaiknya memahami mengenai pajak kendaraan listrik di Indonesia.
Mobil listrik terdiri atas sejumlah teknologi mulai dari hybrid, plug-in hybrid (PHEV), hingga listrik murni. Pajak ketiga teknologi mobil listrik ini sudah diatur melalui Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 Tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Di awal Peraturan tersebut, disebutkan peraturan ini dibuat untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam mempercepat penurunan emisi gas buang yang bersumber dari kendaraan bermotor perlu dilakukan percepatan pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dan ekosistemnya. Sedangkan PP No 74 Tahun 2021 yang merevisi PP No 73 Tahun 2019 ini lebih kepada penyesuaian dengan kondisi yang ada sekarang ini.
Langsung masuk ke Pasal 27 PP No 74 Tahun 2021 menyebutkan, "Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 15 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 46,3 persen dari Harga Jual merupakan kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi full hybrid untuk kapasitas isi silinder sampai dengan 3.000 (tiga ribu) cc."
Penjelasan Pasal 27 dalam poin A menyatakan motor bakar cetus api dengan konsumsi bahan bakar minyak lebih dari 18,4 (delapan belas koma empat) kilometer per liter sampai dengan 23 (dua puluh tiga) kilometer per liter atau tingkat emisi CO2 mulai dari 100 (seratus) gram per kilometer sampai dengan 125 (seratus dua puluh lima) gram per kilometer.
selanjutnya di Poin B dalam pasal 27 menyatakan motor bakar nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan konsumsi bahan bakar minyak lebih dari 20 (dua puluh) kilometer per liter sampai dengan 26 (dua puluh enam) kilometer per liter atau tingkat emisi CO2 mulai dari 100 (seratus) gram per kilometer sampai dengan 125 (seratus dua puluh lima) gram per kilometer.
Tidak hanya pada pasal 27 yang diubah, Pemerintah juga mengubah pasal 36 guna meringankan pajak kendaraan berteknologi penggerak listrik.
Pasal 36 diubah sehingga "Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 15 persen (lima belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 0 persen (nol persen) dari Harga Jual merupakan kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles, atau fuel cell electric vehicles."
Artinya, melalui Pasal 36 maka tarif PPnBM nol persen berlaku untuk kendaraan bermotor berteknologi Battery Electric Vehicles (BEV) atau fuel cell electric vehicle.
Dalam PP 73/2019 tarif PPnBM 0 persen juga berlaku bagi kendaraan listrik tipe plug-in hybrid electric vehicle (PHEV), namun pada PP 74/2021 pemerintah mengatur mobil listrik PHEV kapasitas silinder hingga 3.000 cc, dikenakan tarif PPnBM sebesar 15 persen. Di antara Pasal 36 dan Pasal 37 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 36A dan Pasal 36B sehingga berbunyi sebagai berikut:
Berlanjut ke Pasal 36A, "Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 15 persen (lima belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 31,3 (tiga puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual merupakan kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi plug-in hybrid dengan konsumsi bahan bakar lebih dari 28 (dua puluh delapan) kilometer per liter atau tingkat emisi CO2 sampai dengan 100 (seratus) gram per kilometer.
sedangkan Pasal 36B menyebutkan, "Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26,Pasal 27,Pasal 28, Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 36A tidak berlaku dalam hal adanya realisasi investasi paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun Rupiah) pada industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi Battery Electric Vehicles:
"A. setelah jangka waktu 2 (dua) tahun setelah adanya realisasi; atau B, saat industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric vehicles mulai berproduksi komersial," bunyi Pasal 36B.
Sebagai informasi tambahan, PP ini sudah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 Juli 2021 dan mulai berlaku pada 16 Oktober 2021. Jadi siap-siap yang mau beli mobil listrik murni, akan ada keringanan dari pajaknya nih.
Jakarta: Pemerintah berupaya untuk meningkatkan penjualan mobil listrik di Tanah Air melalui sejumlah insentif yang ditawarkan. Bagi konsumen yang ingin membeli mobil listrik, sebaiknya memahami mengenai pajak kendaraan listrik di Indonesia.
Mobil listrik terdiri atas sejumlah teknologi mulai dari hybrid, plug-in hybrid (PHEV), hingga listrik murni. Pajak ketiga teknologi mobil listrik ini sudah diatur melalui Peraturan Pemerintah No 74 tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2019 Tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
Di awal Peraturan tersebut, disebutkan peraturan ini dibuat untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam mempercepat penurunan emisi gas buang yang bersumber dari kendaraan bermotor perlu dilakukan percepatan pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai dan ekosistemnya. Sedangkan PP No 74 Tahun 2021 yang merevisi PP No 73 Tahun 2019 ini lebih kepada penyesuaian dengan kondisi yang ada sekarang ini.
Langsung masuk ke Pasal 27 PP No 74 Tahun 2021 menyebutkan, "Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebesar 15 persen dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 46,3 persen dari Harga Jual merupakan kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi full hybrid untuk kapasitas isi silinder sampai dengan 3.000 (tiga ribu) cc."
Penjelasan Pasal 27 dalam poin A menyatakan motor bakar cetus api dengan konsumsi bahan bakar minyak lebih dari 18,4 (delapan belas koma empat) kilometer per liter sampai dengan 23 (dua puluh tiga) kilometer per liter atau tingkat emisi CO2 mulai dari 100 (seratus) gram per kilometer sampai dengan 125 (seratus dua puluh lima) gram per kilometer.