KNKT Beberkan Fakta-fakta Rem Blong Penyebab Kecelakaan Truk Maut Balikpapan
Adri Prima • 27 Januari 2022 20:16
Jakarta: Investigator senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Achmad Wildan mengungkap fakta-fakta terkait kecelakaan truk maut di Balikpapan, Kalimantan Timur, Minggu, 23 Januari 2022 kemarin.
Achmad Wildan menjelaskan dalam kondisi jalanan menurun, truk memang lebih sulit melakukan pengereman. Pasalnya saat di jalan datar, gerakan kendaraan (truk) dipengaruhi oleh putaran mesin. Sementara di jalan menurun, gerakan kendaraan dipengaruhi daya gravitasi.
"Ketika kita mengerem di jalan datar menggunakan service brake dengan rem pedal, maka putaran mesin menurun, berhenti, selesai. Tidak demikian halnya pada saat jalan menurun. Kita ngerem, dengan pedal, kemudian roda berhenti, pedal diangkat. Itu akan didorong lagi oleh daya gravitasi. Artinya itu tidak akan selesai (berhenti)," kata Achmad Wildan di pusat pelatihan pengemudi Hino Total Support Customer Center (HTSCC), Purwakarta.
Maka dari itu, ia menganjurkan ketika menemui jalanan menurun, pengemudi lebih baik menggunakan auxiliary brake alias rem pembantu. "Bentuknya apa? Ada engine brake, ada exhaust brake, ada namanya retarder yang terbaru," lanjutnya.
90 persen kecelakaan truk terjadi di jalan menurun
Achmad Wildan menambahkan data KNKT menunjukkan hampir 90 persen kecelakaan truk terjadi di jalanan menurun. Hal ini dikarenakan minimnya pengalaman pengemudi.
Setidaknya saat mengerem di jalan menurun, pengemudi truk akan dihadapkan pada tiga kondisi.
"Pertama brake fading itu kampasnya panas. Ketika kampas panas jadi licin, roda tetap berputar di rem. Ketika saya tanya pengemudinya apa yang bapak rasakan? Saya bisa ngerem, tapi roda berputar. Contohnya kecelakaan bus Padma di Sumedang," terangnya.
"Yang kedua angin tekor, yang dirasakan pengemudi apa? Pedalnya (rem) keras, nggak bisa diinjak. Contohnya di mana? Kecelakaan bus Purnamasari, karena tekanan anginnya di bawah 6 bar."
"Yang ketiga vapor lock, yaitu minyak remnya mendidih karena kandungan airnya dalam minyak rem sangat tinggi. Contohnya di Cikidang. Jadi ketika seorang ngerem berkali-kali di jalan menurun, itu akan menghadapi tiga itu," ungkap Achmad.
Temuan KNKT terkait kecelakaan truk di Balikpapan
Menurut temuan KNKT, pengemudi truk maut di Balikpapan menggunakan gigi 4 saat masuk turunan.
"Meskipun setelah itu dia masuk gigi 3, saya tidak percaya. Karena saya pengemudi juga, saya assesor kompetensi pengemudi, jadi saya paham betapa sulitnya memindahkan gigi ketika di turunan dalam kondisi pedal kopling nggak bisa diinjak," terangnya.
"Kemudian pengemudi menjelaskan, jarum RPM menunjuk angka 5, pedal rem keras. Oke, berarti di sini masalahnya angin tekor. Saya minta tim investigator ngecek, coba cek gap atau celah kampas dengan rem, ketemu, lebih dari 2 mm. Apalagi temuannya? Dipasang klakson telolet. Nah di situ, dua titik tadi itu menunjukkan dia boros. Karena pada saat dia turun, pengemudi itu nggak sempat ngisi (rem)," sambungnya lagi.
Hal yang jarang diketahui orang awam yaitu ada celah rem pada truk, kampas dengan tromol ketika beroperasi di jalan mendatar tidak terjadi masalah. Karena angin (rem) yang terbuang akan terisi lagi saat si sopir menginjak gas (akselerasi).
Akan tetapi, ketika jalanan menurun, si pengemudi tidak punya kesempatan untuk mengisi (akselerasi) karena truk otomatis tetap melaju lewat dorongan gravitasi sehingga angin terbuang. Fakta lainnya, pemasangan klakson telolet membuat angin lebih cepat habis.
"Begitu buang tanpa ngisi, saya yakin dua tiga kali injekan, dua tiga kali klakson selesai. Dia nggak bisa lagi injak pedal rem. Nah itulah kasus yang terjadi di Balikpapan. Jadi kasusnya adalah angin tekor," kata Achmad Wildan.
"Namun intinya adalah bahwa kita harus memberikan edukasi kepada pengemudi. Kalau di jalan menurun, jangan gunakan gigi tinggi, jangan ngerem pakai service brake karena akan ketemu tiga hal tadi. Kalau kondisi kendaraan bagus semua akan ketemu brake fading. Kalau ketemu gap kampas dan remnya renggang, ketemu angin tekor. Kalau misalkan remnya ada kandungan air, akan ketemu vapor lock. Tiga-tiganya (bikin) rem blong," tutupnya.
"Kemudian pengemudi menjelaskan, jarum RPM menunjuk angka 5, pedal rem keras. Oke, berarti di sini masalahnya angin tekor. Saya minta tim investigator ngecek, coba cek gap atau celah kampas dengan rem, ketemu, lebih dari 2 mm. Apalagi temuannya? Dipasang klakson telolet. Nah di situ, dua titik tadi itu menunjukkan dia boros. Karena pada saat dia turun, pengemudi itu nggak sempat ngisi (rem)," sambungnya lagi.
Hal yang jarang diketahui orang awam yaitu ada celah rem pada truk, kampas dengan tromol ketika beroperasi di jalan mendatar tidak terjadi masalah. Karena angin (rem) yang terbuang akan terisi lagi saat si sopir menginjak gas (akselerasi).
Akan tetapi, ketika jalanan menurun, si pengemudi tidak punya kesempatan untuk mengisi (akselerasi) karena truk otomatis tetap melaju lewat dorongan gravitasi sehingga angin terbuang. Fakta lainnya, pemasangan klakson telolet membuat angin lebih cepat habis.
"Begitu buang tanpa ngisi, saya yakin dua tiga kali injekan, dua tiga kali klakson selesai. Dia nggak bisa lagi injak pedal rem. Nah itulah kasus yang terjadi di Balikpapan. Jadi kasusnya adalah angin tekor," kata Achmad Wildan.
"Namun intinya adalah bahwa kita harus memberikan edukasi kepada pengemudi. Kalau di jalan menurun, jangan gunakan gigi tinggi, jangan ngerem pakai service brake karena akan ketemu tiga hal tadi. Kalau kondisi kendaraan bagus semua akan ketemu brake fading. Kalau ketemu gap kampas dan remnya renggang, ketemu angin tekor. Kalau misalkan remnya ada kandungan air, akan ketemu vapor lock. Tiga-tiganya (bikin) rem blong," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(PRI)