Lincah mengutak-atik audio kendaraan, sudah jadi keahlian tersendiri bagi CEO PT Audioworkshop dan Founder Car Aftermarket Network (CAN), Wahyu Tanuwidjaja. Namun sejak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM, jaringan tokonya ditutup karena unit usahanya tak termasuk dalam sektor esensial/kritikal yang diatur dalam surat edaran Kementerian soal PPKM itu.
Ia pun lantas berbicara soal bagaimana pemerintah membagi soal sektor yang esensial/kritikal dan sektor yang tidak. Mengingat pembatasan ini dikatakannya tidak diatur dengan baik dan adil. Misalnya pemberian kewenangan ke pengusaha restoran untuk bisa buka, namun hanya boleh menerima pesanan 'take away' atau 'delivery'. Sedangkan usaha selain itu harus tutup, padahal para pengusaha ini harus tetap membayar gaji karyawan.
"Lalu dari mana kami pengusaha ini akan membayar gaji karyawan jika usaha kami ditutup? Kita jangan asal mengatakan hanya untuk usaha di sektor penjualan kebutuhan pokok yang esensial dan kritikal. Lantaran orang yang bekerja di semua sektor usaha otomotif pun, akan esensial dan kritikal bagi mereka. Bisa dibayangkan, jika pengusaha ini tak bisa membayar gaji karyawan karena penghasilan sudah minus, lalu siapa yang disalahkan?" ujar Wahyu dalam sesi obrolan virtual bersama jurnalis beberapa waktu lalu.
Sependapat dengan Wahyu, Inisiator Event dan Asia Pasific Car Tuning Association (APACT) Indonesia, Boy Prabowo, dalam momentum yang sama mengatakan bahwa mereka sudah lama tak menggelar event besar. Lantaran kondisi sejak beberapa tahun sebelum pandemi, memang tren car tuning agak bergeser. Sehingga Ia mengakalinya dengan beberapa cara, termasuk kompetisi digital modification.
"Kami tidak tahu, ini mau dibawa ke mana? Aturan yang diberlakukan sangat tidak adil. Kita bisa lihatlah, orang-orang berbelanja mobil atau motor, rasanya tidak akan seramai orang ke pasar untuk membeli kebutuhan umum. Memangnya orang di pasar pada patuh prokes? Bandingkan dengan showroom bahkan event seperti yang kami gelar, aturan protokol kesehatannya sangat ketat. Lalu kalau ditutup, bagaimana pengusaha bisa membayar kru dan karyawannya?" ujar Boy.
Keduanya pun sepakat agar pemerintah melakukan perbaikan dari sisi regulasi pembatasan. Bukan hanya melakukan pembatasan ini dan itu tanpa ada regulasi yang lengkap, termasuk sanksi pelanggaran. Wahyu melanjutkan bahwa solusi yang paling masuk akal bagi mereka adalah menyediakan obat-obatan hingga keperluan mendasar jika karyawannya ada yang terkena gejala Covid-19.
"Karena kuncinya adalah di penanganan awal. Jika tidak tertangani dengan baik di awal, maka bisa berakibat fatal. Kemudian jika ada karyawan yang mulai merasa tidak enak badan, seharusnya mereka diberikan kompensasi beristirahat hingga mereka benar-benar merasa sehat. Kalau begini, kita pengusaha juga bisa tetap berjualan. Toh, jaringan penjualan seperti audio mobil juga tak menimbulkan kerumunan seperti di pasar dan pemenuhan prokesnya sangat ketat."
Sementara Boy menganggap bahwa salah satu aturan yang harusnya dimasifkan oleh pemerintah adalah testing dan tracing oleh perkantoran swasta dan juga pemerintahan. "Memang testing dan tracing ini juga berbau bisnis, tapi saya pikir sekarang tidak semahal di awal-awal kok. Pengusaha juga bisa memberikan kompensasi seperti ini untuk karyawannya, tapi mereka bisa tetap memutar bisnis. Tapi kalau ditutup seperti ini, rasanya mematikan perekonomian."
Sayangnya, harapan mereka soal perbaikan regulasi ini, malah tak terlihat. Episode demi episode pembatasan, ternyata masih berlanjut. Malam ini yang bertepatan dengan Minggu (25/7/2021) yang merupakan akhir periode perpanjangan PPKM Level 3 & 4, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mengumumkan perpanjangan PPKM hingga 2 Agustus 2021 dengan regulasi yang tak jauh berbeda.
Wahyu pun menyayangkan keputusan perpanjangan PPKM tersebut. "Kita jangan membahas soal ini esensial/kritikal dan ini tidak karena tergantung dari perspektif mana kita melihat. Tapi tolong aturannya dibikin detail, agar semua sektor usaha bisa tetap berjalan, tapi dengan aturan yang tegas. Sanksinya juga harus ditekankan, sehingga perusahaan yang melanggar bisa langsung ditindak. Kalau ditutup, ekonomi perusahaan tak berjalan, tidak bisa pecat karyawan, sementara gaji harus dibayar terus."
Sebelumnya, dalam perpanjangan PPKM yang diutarakan Jokowi tadi, bahwa aturan yang diberikan, masih lebih ke golongan masyarakat kecil. Namun untuk segmentasi menengah yang diisi pengusaha dan industri menengah hingga industri besar, mereka seolah-olah disuruh berpikir sendiri.
Lincah mengutak-atik audio kendaraan, sudah jadi keahlian tersendiri bagi CEO PT Audioworkshop dan Founder Car Aftermarket Network (CAN), Wahyu Tanuwidjaja. Namun sejak pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM, jaringan tokonya ditutup karena unit usahanya tak termasuk dalam sektor esensial/kritikal yang diatur dalam surat edaran Kementerian soal PPKM itu.
Ia pun lantas berbicara soal bagaimana pemerintah membagi soal sektor yang esensial/kritikal dan sektor yang tidak. Mengingat pembatasan ini dikatakannya tidak diatur dengan baik dan adil. Misalnya pemberian kewenangan ke pengusaha restoran untuk bisa buka, namun hanya boleh menerima pesanan 'take away' atau 'delivery'. Sedangkan usaha selain itu harus tutup, padahal para pengusaha ini harus tetap membayar gaji karyawan.
"Lalu dari mana kami pengusaha ini akan membayar gaji karyawan jika usaha kami ditutup? Kita jangan asal mengatakan hanya untuk usaha di sektor penjualan kebutuhan pokok yang esensial dan kritikal. Lantaran orang yang bekerja di semua sektor usaha otomotif pun, akan esensial dan kritikal bagi mereka. Bisa dibayangkan, jika pengusaha ini tak bisa membayar gaji karyawan karena penghasilan sudah minus, lalu siapa yang disalahkan?" ujar Wahyu dalam sesi obrolan virtual bersama jurnalis beberapa waktu lalu.
Sependapat dengan Wahyu, Inisiator Event dan Asia Pasific Car Tuning Association (APACT) Indonesia, Boy Prabowo, dalam momentum yang sama mengatakan bahwa mereka sudah lama tak menggelar event besar. Lantaran kondisi sejak beberapa tahun sebelum pandemi, memang tren car tuning agak bergeser. Sehingga Ia mengakalinya dengan beberapa cara, termasuk kompetisi digital modification.
"Kami tidak tahu, ini mau dibawa ke mana? Aturan yang diberlakukan sangat tidak adil. Kita bisa lihatlah, orang-orang berbelanja mobil atau motor, rasanya tidak akan seramai orang ke pasar untuk membeli kebutuhan umum. Memangnya orang di pasar pada patuh prokes? Bandingkan dengan showroom bahkan event seperti yang kami gelar, aturan protokol kesehatannya sangat ketat. Lalu kalau ditutup, bagaimana pengusaha bisa membayar kru dan karyawannya?" ujar Boy.
Keduanya pun sepakat agar pemerintah melakukan perbaikan dari sisi regulasi pembatasan. Bukan hanya melakukan pembatasan ini dan itu tanpa ada regulasi yang lengkap, termasuk sanksi pelanggaran. Wahyu melanjutkan bahwa solusi yang paling masuk akal bagi mereka adalah menyediakan obat-obatan hingga keperluan mendasar jika karyawannya ada yang terkena gejala Covid-19.
"Karena kuncinya adalah di penanganan awal. Jika tidak tertangani dengan baik di awal, maka bisa berakibat fatal. Kemudian jika ada karyawan yang mulai merasa tidak enak badan, seharusnya mereka diberikan kompensasi beristirahat hingga mereka benar-benar merasa sehat. Kalau begini, kita pengusaha juga bisa tetap berjualan. Toh, jaringan penjualan seperti audio mobil juga tak menimbulkan kerumunan seperti di pasar dan pemenuhan prokesnya sangat ketat."
Sementara Boy menganggap bahwa salah satu aturan yang harusnya dimasifkan oleh pemerintah adalah testing dan tracing oleh perkantoran swasta dan juga pemerintahan. "Memang testing dan tracing ini juga berbau bisnis, tapi saya pikir sekarang tidak semahal di awal-awal kok. Pengusaha juga bisa memberikan kompensasi seperti ini untuk karyawannya, tapi mereka bisa tetap memutar bisnis. Tapi kalau ditutup seperti ini, rasanya mematikan perekonomian."
Sayangnya, harapan mereka soal perbaikan regulasi ini, malah tak terlihat. Episode demi episode pembatasan, ternyata masih berlanjut. Malam ini yang bertepatan dengan Minggu (25/7/2021) yang merupakan akhir periode perpanjangan PPKM Level 3 & 4, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mengumumkan perpanjangan PPKM hingga 2 Agustus 2021 dengan regulasi yang tak jauh berbeda.
Wahyu pun menyayangkan keputusan perpanjangan PPKM tersebut. "Kita jangan membahas soal ini esensial/kritikal dan ini tidak karena tergantung dari perspektif mana kita melihat. Tapi tolong aturannya dibikin detail, agar semua sektor usaha bisa tetap berjalan, tapi dengan aturan yang tegas. Sanksinya juga harus ditekankan, sehingga perusahaan yang melanggar bisa langsung ditindak. Kalau ditutup, ekonomi perusahaan tak berjalan, tidak bisa pecat karyawan, sementara gaji harus dibayar terus."
Sebelumnya, dalam perpanjangan PPKM yang diutarakan Jokowi tadi, bahwa aturan yang diberikan, masih lebih ke golongan masyarakat kecil. Namun untuk segmentasi menengah yang diisi pengusaha dan industri menengah hingga industri besar, mereka seolah-olah disuruh berpikir sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)